Silaturahmi Alumni PKU Zona Selatan: Energi Perubahan, Kesadaran, dan Tritangtu

Silaturahmi Alumni PKU Zona Selatan: Energi Perubahan, Kesadaran, dan Tritangtu Foto bersama Silaturahmi Alumni PKU Zona Selatan.

MUI-BOGOR.ORG, CIAWI – Pertemuan ini bukan sekedar silaturahmi biasa, namun harus memunculkan sebuah energi perubahan, dan juga kesadaran baru terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi hari ini, seperti masalah poskolonial yaitu mental inlander yang belum diselesaikan secara serius oleh negara. Dalam skala kesadaran (map of counsciusness) David Hawkins, mental ini berada di level terendah 20, yaitu malu (shame) atau rendah diri, emosinya merasa terhina, pandangan hidupnya menderita, proses hidupnya selalu menolak untuk maju.

Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Umum MUI Kabupaten Bogor H. Irfan Awaludin, M.Si., dalam kegiatan Silaturahmi Alumni PKU Korwil Selatan (Ciawi, Megamendung, Cisarua, Caringin, Cijeruk, Tamansari, Cigombong) di Pondok Pesantren Jamalul Qur’an Al Imtiyaz, Ciawi, Ahad (30/6/2024).

Kang H. Irfan melanjutkan, kalau bangsa ini mau menjadi bangsa yang maju, maka level kesadarannya harus naik minimal di skala 200 courage artinya berani, emosinya positif, pandangan hidupnya optimis, memanfaatkan segala potensi diri, dan meningkatkan produktifitas untuk maju.

Sekum MUI Kabupaten Bogor H. Irfan Awaludin tengah menyampaikan materi pada Silaturahmi Alumni PKU Zona Selatan. Foto: istimewa

“Orang-orang yang hidup dengan skala kesadarannya masih di level 175 ke bawah, seperti pride merasa bangga/sombong  (175), anger marah (150), desire hasrat atau bernafsu (125), fear penakut (100), grief merasa berduka (75), apathy apatis (50), guilt merasa bersalah (30), maka bisa dipastikan tidak akan pernah bisa menjadi aktor perubahan, justru bakal menjadi sumber masalah dan beban negara”, ujar alumni PKU angkatan ketiga tersebut.

Lebih jauh ia menjelaskan energi kesadaran di skala 175 ke bawah berpengaruh terhadap kehidupan, kesehatan, kekayaan, kemasyhuran, dan kebahagiaan.

“Energi 175 ke bawah itu disebut energi force (kekuatan negatif/rendah) yang akan menyebabkan counter force, seperti masalah kesehatan, dari sisi materi tidak pernah merasa cukup, hidupnya selalu gelisah, hatinya tidak pernah tenang, batinnya hampa, ruhnya tidak hidup”, jelasnya.

Suasana Silaturahmi Alumni PKU Zona Selatan.Foto: istimewa

Alumni IPB University tersebut juga mengingatkan, tugas alumni PKU ke depan semakin berat, harus mampu menjadi aktor perubahan.

“Aktor perubahan itu rumusnya Terdidik – Bertindak – Berkesadaran (TBB). Terdidik artinya  memiliki sanad keilmuan dan sanad perjuangan. Bertindak artinya bergerak menyelesaikan masalah dengan menguasai banyak ilmu (expert generalist) karena perubahan harus ditangani oleh banyak sudut pandang. Berkesadaran artinya melakukan upaya perubahan demi keabadian, demi kepentingan ummat bukan kepentingan diri sendiri atau golongan”, bebernya.

Sementara itu, Ketua LPKPU MUI Kabupaten Bogor Ahmad Zulfiqor, MA., dalam sambutannya mengatakan, tujuan kegiatan ini selain silaturahmi, kita datang kesini membawa banyak masalah.

Ketua LPKPU Ahmad Zulfiqor, MA., sedang menyampaikan sambutan. Foto: istimewa

“Karena kita ini kader ulama yang sudah mendapatkan pendidikan, tingkat kesadaran terhadap permasalahan harus di atas rata-rata aktivis Bogor pada umumnya, karena selama di PKU tidak hanya dijejali pengetahuan agama namun juga seputar ide-ide global. Tema yang akan kita diskusikan hari ini adalah tentang perubahan yang harus dimulai dengan kesadaran dari diri sendiri. Makanya kita menggunakan simbol yang membawa pesan agar kita sadar dan berubah, simbolnya yaitu tritangtu”, ujarnya.

Kang Fiqor menambahkan, tritangtu adalah nilai/filosofi kesundaan yang hari ini banyak orang sunda sendiri tidak lagi membicarakan itu, dibicarakan hanya oleh kalangan budayawan. Ketika tritangtu hanya dibicarakan oleh kalangan budayawan, kita dari kalangan santri merasa antipati terhadap konsep tritangtu. Padahal, tritangtu adalah konsep global/universal yang masih relevan sampai hari ini.

“Tritangtu secara harfiah Tri artinya tiga, tangtu artinya ketentuan, jadi tiga ketentuan utama. Seperti yang disampaikan pada halaqah beberapa minggu lalu, kata KH. Asep Salahudin yang menafsirkan tritangtu menjadi keislaman, keindonesiaan, dan kesundaan. Kalo dalam konsep Pak Kyai Mukri tritangtu adalah keindonesiaan, kejawabaratan, dan kebogoran”, pungkasnya. (fw)