MUI-BOGOR.ORG – Program Pendidikan Kader Ulama (PKU) angkatan XIX MUI Kabupaten Bogor di minggu kesepuluh mendapatkan kunjungan istimewa dari seorang ulama Timur Tengah, Syekh Dr. Ammar bin Azmi bin Shalih bin Muhammad Ar-Rafati Al-Jilani Al-Hasani. Syekh Ammar dikenal sebagai ulama Palestina yang pernah menjadi Imam di Masjid Al-Aqsha.
Dalam perkuliahan yang dilaksanakan di Aula Balai Diklat Wisma Dharmais, Kecamatan Sukaraja, pada Sabtu pagi (20/9/2025), Ulama kelahiran Gaza tersebut memberikan materi penting bagi para peserta PKU angkatan XIX. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Syekh Ammar mengingatkan tentang urgensi bertalaqqi dan bersanad dalam menuntut ilmu di era digital.
Tidak sampai disitu, Syekh Ammar kemudian menjelaskan lebih jauh sosok mulia Nabi Muhammad SAW dengan merujuk pada hadis-hadis yang termaktub dalam kitab Syamailul Muhammadiyah karya Imam Turmudzi.
Beliau mengutip syair indah Al-Imam Bushiri dalam kitab Burdah: “Nabi Muhammad adalah Manusia biasa namun tidak seperti manusia biasa lainnya, bila diumpakan beliau laksana batu intan permata diantara bebatuan biasa.”
Syekh Ammar menjelaskan bahwa ada sisi kemanusiaan Nabi yang patut ditiru dan ada pula keistimewaan (khushushiyat) yang hanya Allah SWT berikan kepada beliau, yang tidak dapat ditiru oleh manusia biasa.
Melalui penjelasannya, sosok pribadi Nabi Muhammad SAW terasa lebih dekat. Para kader ulama mampu mendapatkan pemahaman mendalam tentang Rasulullah SAW melalui analisis hadis-hadis, mulai dari kondisi fisik hingga hal-hal yang dapat menyebabkan seseorang berjumpa dengan Rasulullah SAW di dalam mimpi. Ia juga tak lupa membahas munculnya fenomena kebohongan yang mengatasnamakan mimpi bertemu Rasulullah SAW.
Ulama yang sudah hafal Al-Qur’an sejak usia 11 tahun tersebut, menguraikan tentang kesempurnaan jasmani, budi pekerti, dan segala sifat Rasulullah SAW yang tak terhitung keutamaannya.
Pada bab pertama, terkait bentuk tubuh Rasulullah SAW, Syekh Ammar menyampaikan satu riwayat yang bersumber dari Anas bin Malik RA:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ :كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ لَيْسَ بِالطَّوِيلِ الْبَائِنِ، وَلَا بِالْقَصِيرِ، وَلَا بِالْأَبْيَضِ الْأَمْهَقِ، وَلَا بِالْآدَمِ، وَلَيْسَ بِالْجَعْدِ الْقَطَطِ، وَلَا بِالسَّبْطِ، بَعَثَهُ اللهُ تَعَالَى عَلَى رَأْسِ أَرْبَعِينَ سَنَةً، فَأَقَامَ بِمَكَّةَ عَشْرَ سِنِينَ، وَبِالْمَدِينَةِ عَشْرًا، وَتَوَفَّاهُ اللهُ عَلَى رَأْسِ سِتِّينَ سَنَةً، وَلَيْسَ فِي رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ عِشْرُونَ شَعْرَةً بَيْضَاءَ.
Artinya: “Rasulullah SAW bukanlah orang yang sangat tinggi, dan tidak pula pendek. Kulit beliau tidak terlalu putih yang pucat, dan tidak pula hitam. Rambut beliau tidak terlalu keriting, dan tidak pula lurus kaku. Allah mengutus beliau di usia 40 tahun, lalu beliau tinggal di Mekah selama 10 tahun dan di Madinah selama 10 tahun. Allah mewafatkannya pada usia 60 tahun. Dan pada rambut kepala serta janggut beliau tidak terdapat sampai 20 helai rambut yang berwarna putih.”
Ia melanjutkan deskripsi fisik lainnya: “Bila beliau berjalan maka jalannya cepat dan gontai seakan-akan turun ke tempat yang rendah, bahunya bidang, telapak tangan dan kakinya terasa tebal, kepalanya besar demikian pula tulang persendiaannya. Bulu dadanya memanjang, posisi dada dan perut lurus dan bila beliau menoleh seseorang maka beliau memalingkan seluruh tubuhnya.”
Syekh Ammar juga membahas munculnya fenomena akhir zaman mengenai peristiwa bermimpi Rasulullah SAW., bahwa tidak semua orang ditakdirkan bermimpi Rasulullah SAW. Ia menegaskan bahwa mimpi bertemu Rasulullah SAW tidak dapat dijadikan landasan untuk menetapkan suatu hukum, tidak pula menghapus hukum syariat yang sudah ada (Nasakh-Mansukh), dan tidak dapat mengkonstruksi ulang hukum yang telah tertulis baik di al-Qur’an, hadis, ataupun ijtihad ulama.
Ia juga menegaskan, pesona ketampanan Rasulullah SAW yang sangat berwibawa tidak bisa diserupai oleh setan. Banyak orang hari ini tertipu dengan alasan mendengar suara Nabi Muhammad SAW lewat mimpi tanpa melihat wajahnya, padahal itu adalah tipu daya setan, karena suara bisa diserupai, namun wajah Nabi Muhammad SAW tidak bisa diserupai.
Maka berhati-hatilah atas kebohongan orang-orang yang memfatwakan sesuatu hukum atas mimpi yang dialaminya walau suaranya seperti suara Rasulullah SAW, karena melihat wajahnya tidak bisa diserupai oleh setan namun selain itu setan mampu menyerupainya.
Syekh Ammar menutup dengan hadis ke-395 yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ بِي . وَقَالَ ﷺ: الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ
Artinya: “Barang siapa melihat aku pada waktu tidur (mimpi), maka sesungguhnya ia benar-benar melihat aku. Sesungguhnya setan tidak dapat menyerupai aku. Dan mimpi orang mukmin itu merupakan satu bagian dari 46 bagian sifat kenabian.”
Penulis: Helmi Hardiansyah
Editor: Faisal






