MUI-BOGOR.ORG – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat yang diwakili oleh Komisi Fatwa menggelar Silaturahmi Nasional di Aston Pluit Hotel and Residence, Jakarta pada 28 – 30 Maret 2024, antara lain membahas tentang perbaikan tata kelola sertifikasi halal di Indonesia.
Dikutip dari mui.or.id, Senin (1/04/2024), Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa, Prof. Dr. KH. Asrorun Niam, menyampaikan tiga perbaikan yang bisa dilakukan untuk masa depan sertifikasi halal di Indonesia.
“Tata kelola baru sertifikasi halal di Indonesia perlu dipersiapkan dengan baik di seluruh Indonesia, pertama perbaikan tata kelola yang mengadopsi perkembangan digital, ” ujar Profesor Ilmu Fikih UIN Jakarta tersebut.
Ia memberikan contoh, misalnya dalam rapat/sidang fatwa, jika tidak memungkinkan secara luring, maka bisa dijalankan secara daring. Tentu tanpa mengurangi kredibilitas sidang tersebut.
Prof. Niam melanjutkan langkah kedua adalah perbaikan tata kelola operator sistem sertifikasi halal. Perbaikan tenaga kerja di dalamnya sebagai operator khusus perlu dimaksimalkan, terutama karena ini menyangkut kehalalan sebuah produk.
“Perlu internalisasi di MUI dan perlu persiapan SDM sebagai operator khusus untuk penanganan kehalalan produk, ” katanya.
Dan langkah ketiga, Kyai Niam melanjutkan, perlu melibatkan ahli dari Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebagai kepentingan tabayyun sidang fatwa. Kehadiran perwakilan LPH yang ahli tersebut dalam rangka konsolidasi kapabilitas dan kredibilitas.
Tiga usulan Prof Niam tersebut merupakan catatan setelah melihat sistem baru sertifikasi halal yang saat ini sudah berjalan di Indonesia. Menurutnya, perlu konsolidasi lintas sektor antara BPJPH, MUI, maupun LPH agar sistem berjalan sempurna.
“BPJPH sebagai representasi pemerintah, MUI sebagai penerima mandat penetapan fatwa, serta LPH sebagai pihak yang memiliki keahlian meneliti produk maupun bahan sebelum difatwakan, ” ungkapnya.
Prof. Niam menjelaskan, MUI sendiri memiliki fatwa terkait standard sebagai acuan auditor atau LPH dalam menilai kehalalan produk. Pelaku usaha juga bisa merujuk fatwa tersebut dalam mengembangkan usahanya sesuai dengan sistem jaminan produk halal.
Selain itu, Prof Niam menuturkan, MUI memiliki fatwa terkait produk sebagai acuran BPJPH dalam menerbitkan sertifikat halal kepada pelaku usaha.
“Tata kelola batas penyelesaian fatwa adalah tiga hari, hal ini harus dipandang positif sebagai ikhtiar dan simbol bahwa sistem sertifikasi produk halal yang sekarang berjalan sesuai dengan prinsip mudah, murah, cepat, dan tepat, ” ungkapnya.
Pada kesempatan tersebut, Prof. Niam juga menyampaikan bahwa pada Mei 2024, Komisi Fatwa MUI Pusat akan menggelar Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Bangka Belitung.
Agenda tiga tahunan tersebut mengundang seluruh MUI Provinsi, Perguruan Tinggi Islam, Pondok Pesantren, maupun perwakilan bidang fatwa ormas Islam tingkat pusat.
“Salah satu agendanya adalah terkait dakwah halal, outputnya yaitu pengumpulan ide, pemikiran, maupun gagasan untuk menyempurnakan sistem JPH agar berjalan optimal, ” pungkasnya. (ed.fw)
Sebelumnya:
Cara Umar bin Khattab Memakmurkan Ramadhan