MUI-BOGOR.ORG – Badan Wakaf Indonesia (BWI) hadir untuk memberikan pemahaman bahwa wakaf bukan hanya berhenti pada masjid, madrasah, atau makam. Wakaf juga bisa berupa uang, aset produktif, hingga Hak Kekayaan Intelektual. Semua ini dapat dikelola untuk kepentingan ibadah sekaligus pemberdayaan masyarakat.
Demikian disampaikan oleh Komisioner Badan Wakaf Indonesia (BWI) Dr. H. Aripudin, S.H., M.H., di hadapan lima puluh peserta Pendidikan Kader Ulama (PKU) Angkatan XIX di Aula Wisma Dharmais, Kecamatan Sukaraja, Sabtu (13/9/2025).

Aripudin menambahkan, bahwa Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menjadi tonggak penting penguatan lembaga perwakafan di Indonesia. Melalui aturan tersebut, pemerintah membentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai lembaga independen yang bertugas mengelola dan mengembangkan harta wakaf secara profesional.
Visi BWI, lanjut Aripudin, adalah menjadi lembaga independen yang dipercaya masyarakat dengan integritas tinggi dalam mengembangkan perwakafan nasional dan internasional. Sementara misinya, mengoptimalkan potensi wakaf agar memberi manfaat ekonomi, mendukung ibadah, serta meningkatkan kesejahteraan umat.

Ia juga menekankan prinsip penting dalam pengelolaan wakaf, yaitu transparansi dan amanah. Nadzir (pengelola wakaf), menurutnya, tidak boleh mengambil lebih dari 10 persen hasil wakaf karena termasuk bentuk pengkhianatan.
Di akhir materi, Aripudin menyebut wakaf sebagai pilar ketahanan ekonomi nasional. Sejarah mencatat, kota-kota seperti Cianjur, Tasikmalaya, dan Cirebon di Jawa Barat dikenal sebagai pusat wakaf terbesar yang berperan besar dalam pembangunan umat.
Penulis: Muhamad Fadhil Ismaya
Editor: Faisal
Sebelumnya:
Periodic Report MUI Kabupaten Bogor 2020-2025