Esensi Puasa Ramadhan: Menjadi Muttaqin Sejati

Esensi Puasa Ramadhan: Menjadi Muttaqin Sejati Ketua MUI Kecamatan Leuwiliang, Kiai Ait Rukyat, MA.

MUI-BOGOR.ORG – Dalam sebuah tausiyah bertajuk “Menjadi Insan yang Muttaqin,” yang disampaikan oleh Ketua MUI Kecamatan Leuwiliang, Kiai Ait Rukiat, M.A., dalam channel Youtube MUI Kabupaten Bogor, ia membahas mengenai esensi puasa ramadhan.

Ia menekankan bahwa tujuan utama puasa adalah mencapai derajat muttaqin, yaitu orang yang bertaqwa, sebagaimana Firman Allah SWT Surat Al-Baqarah ayat 183. Kiai Ait Rukyat menggambarkan konsep takwa dengan perumpamaan seperti puasa binatang dan tumbuhan.

Pertama, Puasa Ulat. Ulat berpuasa dalam kepompong selama 2 hingga 4 minggu tanpa makan dan minum. Setelah itu, ia berubah menjadi kupu-kupu dengan dua sayap yang indah. Perubahan ini bersifat permanen, tidak kembali lagi menjadi ulat.

Kedua, Puasa Ayam. Induk ayam mengerami telur selama 21 hari tanpa makan demi menetaskan piyik. Setelah menetas, telur tidak akan kembali ke bentuk semula.

Ketiga, Puasa Pohon Jati. Pohon jati menggugurkan daunnya selama 6 hingga 12 pekan, tidak melakukan fotosintesis, lalu tumbuh kembali dengan kualitas daun yang lebih baik.

Dari ketiga contoh tersebut, Ia menekankan bahwa puasa sejati menghasilkan perubahan permanen. Namun, banyak manusia yang setelah Ramadhan kembali ke kebiasaan buruknya, seperti mencopet atau bergosip.

Menurutnya, banyak orang hanya berpuasa secara jasmani, yaitu menahan lapar dan haus selama 12 jam sehari, yang secara medis disebut intermittent fasting. Namun, jika hanya berfokus pada aspek ini, puasa tidak lebih dari sekadar diet.

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa banyak orang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga. Puasa yang sempurna harus mencakup puasa rohaniah, sebagaimana disebutkan dalam Surah Ali Imran ayat 134.

Kiai Ait melanjutkan, bahwa ada empat indikator puasa rohaniah yang sempurna, yaitu:

  1. Gemar Berinfak. Seseorang yang selalu menafkahkan hartanya, baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Bersedekah dalam kondisi berkecukupan itu biasa, tetapi bersedekah dalam kesulitan adalah bentuk ketakwaan sejati.
  2. Menahan Amarah. Seorang muttaqin harus mampu mengendalikan emosinya, tidak mudah marah, dan selalu berprasangka baik terhadap orang lain.
  3. Memaafkan Kesalahan Orang Lain. Ketika seseorang yang pernah menzalimi datang meminta maaf, orang muttaqin harus bisa menerima dengan lapang dada.
  4. Berusaha Memperbaiki Diri untuk Ibadah. Misalnya, dalam 10 hari pertama Ramadan shalat tahajud dua rakaat, kemudian bertambah menjadi empat rakaat, lalu terus meningkat hingga 10 rakaat.

Dengan melaksanakan empat hal tersebut, menurut Kiai Ait Rukyat, seseorang bisa mencapai ketakwaan sejati yang mencakup jasmani dan rohani. Pada akhirnya, ketika tiba hari raya Idul Fitri, ia benar-benar menjadi bagian dari minal ‘aidin wal faizin, yaitu orang yang kembali suci dan meraih kemenangan. (ed.fw)

Sumber: Youtube MUI Kabupaten Bogor