MUI-BOGOR.ORG – Bojonggede – Ada yang berbeda pada pertemuan Majma’ Tashwirul Masail (MTM) MUI Kabupaten Bogor pada Selasa, 16 Desember 2025. Biasanya para kiai, cendekiawan muslim, dan kader PKU berdiskusi di Gedung MUI, kali ini forum MTM tersebut untuk kali pertama digelar di Pondok Pesantren, tepatnya di Pesantren Humaira, Kecamatan Bojonggede.
Pertemuan tersebut menjadi sangat spesial karena menandai genap satu tahun perjalanan MTM yang dilaksanakan secara rutin.
Sekretaris MUI Kabupaten Bogor Ahmad Dzulfiqor, S.Hum., menyampaikan rasa syukurnya atas konsistensi forum ini. Ia juga memuji keberadaan Pesantren Humaira sebagai salah satu institusi pendidikan besar di Bogor yang kontribusinya sangat dinantikan bagi kemaslahatan umat.

“Kegiatan MTM ini rasa-rasanya baru pertama kali diadakan di luar kantor MUI Kabupaten Bogor. Biasanya kita mengadakan kegiatannya selalu di gedung MUI, dan untuk menggenapi satu tahun MTM ini, kita laksanakan di luar kantor MUI. Alhamdulillah bisa di Pesantren Humaira ini,” ujar Ustadz Fiqor.
Menurutnya, keberlanjutan program ini selama setahun penuh tidak lepas dari dukungan nyata jajaran pimpinan MUI Kabupaten Bogor, terutama Ketua Umum Prof. Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA., MH.
Ustadz Fiqor juga memberikan apresiasi tinggi kepada para pengurus MTM karena terus istiqomah hadir meski agenda cukup padat.

Selanjutnya, MTM kali ini membahas tentang fenomena baru di bawah kepemimpinan Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar. Melalui kementeriannya, ia merencanakan perhelatan natal bersama secara terpusat, sebuah agenda yang sebelumnya biasanya dikelola secara mandiri oleh direktorat jenderal masing-masing agama.
Bagi sang Menteri, perayaan ini bukan sekadar seremoni, melainkan wadah untuk kembali merekatkan kesadaran kolektif tentang betapa berharganya sebuah kebersamaan.
Namun, rencana ini tentu membawa tantangan tersendiri dan akan memicu pro-kontra di ruang publik. Sudah menjadi fenomena tahunan bahwa setiap kali musim natal tiba, perdebatan mengenai hukum ucapan selamat hingga partisipasi umat Islam dalam perayaan tersebut selalu menjadi isu sensitif yang tak kunjung menemui titik temu.

Fenomena ini sejatinya menjadi ujian bagi kerukunan sosial masyarakat. Di satu sisi, ada keinginan untuk membangun relasi sosial yang lebih harmonis, namun di sisi lain, terdapat batasan-batasan teologis yang bagi sebagian kalangan tidak bisa dikompromikan.
Menanggapi hal ini, Koordinator MTM, Dr. Abdul Wafi Muhaimin, M.IRKH., menekankan pentingnya memiliki panduan yang jelas agar masyarakat tidak terjebak dalam kebingungan di tengah gesekan opini.
“Saya kira memang perlu ada panduan-panduan yang jelas. Jangan sampai hanya bisa dipahami oleh sebagian orang tentang hukum yang kita bahas ini, tapi juga dipahami oleh khalayak masyarakat,” kata Gus Wafi.
Untuk hasil pembahasan forum MTM tersebut, Tim MUI Online akan mengulasnya di artikel selanjutnya.
Editor: Faisal Wibowo Kontributor: Muhammad Firmansyah






