Halaqah MUI Bogor Bahas Bahaya Pinjol, Tritangtu Hingga Budaya Sunda  

Halaqah MUI Bogor Bahas Bahaya Pinjol, Tritangtu Hingga Budaya Sunda   Webinar Halaqah MUI Kabupaten Bogor

MUI-BOGOR.ORG – MUI Kabupaten Bogor belum lama ini menggelar webinar halaqah bulanan dengan tema yang menarik dan berbeda. Webinar pertama bertema “Mengurai Akar Permasalahan Pinjol di Indonesia”, Jum’at (10/5).  

Fenomena pinjaman online (pinjol) hari ini memang tidak bisa dihindari. Maka pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo, POLRI, dan OJK harus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat.

“Pemerintah hendaknya melakukan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjaman online atau peer to peer lending (fintech lending) yang meresahkan masyarakat”, ujar pengurus Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI Pusat, Dr. Moch. Bukhori Muslim, Lc., MA.

Ia juga meminta kepada para penyelenggara pinjol agar menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan, serta menghimbau umat Islam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.  

Screenshot Materi Webinar “Mengurai Akar Permasalahan Pinjol di Indonesia”

Aspek Syariah Pinjol terdapat dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 11/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

Sementara itu, pada webinar kedua bertema “Refleksi Nilai-nilai Keislaman dan Kesundaan dalam konsep Tritangtu”, Jum’at (31/5).

“Saya ingin meneguhkan tentang bagaimana Keislaman, Keindonesiaan, dan Kesundaan menjadi satu nafas. Ditarik dalam satu helaan nafas keislaman melambangkan religiusitas, kesundaan menunjukkan aspek budaya, dan keindonesiaan mencerminkan tentang kebangsaan”, jelas Dr. KH. Asep Salahuddin, penulis buku fenomenal Kitab Tritangtu.

Rektor IAILM Suryalaya Tasikmalaya tersebut menjelaskan, bahwa Keislaman dalam konteks sunda di Jawa Barat sangat kuat sehingga ada nomenklatur yang menyimpulkan Islam – Sunda dan Sunda – Islam. Walaupun kesimpulan tersebut hari ini perlu diperiksa kembali sebab faktanya hari ini dalam 20 tahun terakhir ada juga orang Sunda yang bukan Islam.

Screenshot Materi Webinar “Refleksi Nilai-nilai Keislaman dan Kesundaan dalam Konsep Tritangtu”

Penulis buku Jatiniskala itu menguraikan, begitu kuatnya posisi Islam dalam alam batin orang Sunda, sehingga Orang Baduy misalnya yang melambangkan masyarakat adat Sunda mengatakan, kami sudah Islam sebelum Islam datang.

“Artinya nilai Keislaman sudah tumbuh dalam masyarakat Sunda, sebelum justru secara formal Islam masuk ke wilayah Jawa Barat melalui tiga gerbang pesisir, yaitu Cirebon, Sunda Kelapa, dan Banten, dimana dalam proses interaksinya tidak banyak mengalami resistensi”, jelasnya.

Lebih jauh Dr. Asep juga menjelaskan tentang kesundaan yang melambangkan kebudayaan masyarakat Jawa Barat. Sementara Keindonesiaan mencerminkan tentang kebangsaan.

“Visi kesundaan selalu beririsan dengan imajinasi kebangsaan. Kita belum pernah melihat bentuk perlawanan orang sunda terhadap NKRI. Selalu ada tautan yang kuat, irisan yang tidak mudah dipecah antara keislaman kesundaan dan kebangsaan”, beber Kyai Asep.

Kemudian pada webinar ketiga bertema “Budaya Sunda dalam Kacamata Geologi dan Kebencanaan”, Minggu (2/6) menghadirkan seorang Geolog Universitas Padjadjaran Bandung, Yusuf Maulana.

Screenshot Materi Webinar “Budaya Sunda dalam Kacamata Geologi dan Kebencanaan”

“Budaya merupakan hasil interaksi manusia dengan alam sekitarnya, melewati alam pikir dan alam rasa, lahiriah dan bathinah, logika dan intuisinya, pengetahuan dan pengalamannya. Dimulai dari kebiasaan, tradisi, adat, istiadat, budaya, kebudayaan, peradaban, kemanusiaan, kesemestaan”, ujar Kang Uceu sapaan akrabnya.

Ia melanjutkan, geologi merupakan Ilmu yang mempelajari kebumian mengenai asal, perilaku, sifat, karateristik beserta dinamika bumi, batuan dan perlapisannya. Mencangkup ilmu murninya, gabungan dengan keilmuan lain dan implementasinya.

“Sejak sekitar 21.000 tahun yang lalu, Sunda merupakan sebuah peradaban besar yang disebut Sundaland yang sudah luar biasa maju. Secara Geologi peradaban Sundaland ini sudah terbukti, jejak-jejaknya pun sudah ditemukan tinggal ditelusuri saja”, katanya.

Kemudian, Kang Uceu menjabarkan, Indonesia memiliki 127 gunung api terbanyak di dunia, belum termasuk gunung api purba, seperti di daerah Pongkor, Jasinga yang usianya jutaan tahun.

“Indonesia berada di wilayah lingkaran api pasifik atau ring of fire merupakan pertemuan tiga lempeng tektonik Indo-Austalia, Eurasia dan Pasifik, yang membuat Indonesia rawan bencana gempa bumi, letusan gunung berapi hingga tsunami”, terangnya.

Kang Uceu kemudian menyampaikan papagon atau nasehat mengenai hubungan manusia dengan alam.

“Di Sunda ada istilah yang berkaitan dengan geologi, yaitu leuweung larangan (haknya alam) yang sama sekali tidak boleh disentuh oleh manusia, lalu ada leuweung tutupan (haknya kehidupan) artinya kita boleh datang tapi tidak boleh mengambil kayu/pohonnya (merusak ekosistem) hanya boleh mengambil hasilnya, seperti buah dan daun. Dua leuweung ini fungsinya buat cadangan air. Kemudian leuweung baladaheun (haknya manusia), disini kita boleh bertani, menghuni, dan berkebun”, pungkasnya. (fw)