HJB ke 542, MUI Bogor Hadir Menjadi Oase

HJB ke 542, MUI Bogor Hadir Menjadi Oase Logo HJB ke 542

MUI-BOGOR.ORG, CIBINONG – Bogor merupakan sebuah peradaban yang tua, eksistensinya sudah ada sejak zaman Lemurian, Pajajaran hingga pasca kemerdekaan. Bogor kini memasuki usia ke 542 tahun (3 Juni 1482 – 3 Juni 2024). Penetapan 3 Juni sebagai HJB berdasarkan tanggal pelantikan Raja Pajajaran Sri Baduga Maharaja pada  3 Juni 1482 selama sembilan hari dalam upacara “Kedabhakti”. Hingga kini, peradaban dan kebudayaan Bogor masih mampu bertahan di tengah gempuran arus modernisasi dan liberalisasi.

Ketua Umum MUI Kabupaten Bogor Prof. Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA., MH., mengatakan kunci sukses pembangunan di Bogor hari ini merupakan hasil kerja kolaboratif semua elemen masyarakat, terutama sinergitas antara ulama dan umaro.

“Alhamdulillah Bogor penuh dengan kehebatan, momentum HJB ke 542 ini saya mengajak semua elemen masyarakat untuk terus bersatu, dan terutama sinergitas antara ulama dan umaro harus terus diperkuat”, ujar Prof. KH. Mukri Aji dalam keterangannya, Senin (3/6).

Ketua Umum MUI Kabupaten Bogor Prof. Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA., MH. Foto: istimewa

Senada dengan pernyataan di atas, Sekretaris Umum H. Irfan Awaludin, M.Si., menyampaikan, Bogor dibangun dengan kerja kolaboratif antara orang dan kelompok yang mencintai daerah dengan tulus, tanpa melihat suku, agama, ras, dan golongan.

Ia menegaskan, menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan. Sama seperti HJB ke 542 ini, seiring bertambahnya usia, Bogor harus lebih dewasa, membangun yang tidak tampak jauh lebih penting daripada membangun beton.

“Membangun yang tidak tampak itu berupa menaikkan level kesadaran masyarakat, agar masyarakat dapat meninggalkan mental inlander, dan kembali menjadi jati diri sejati”, kata Gus Irfan sapaan akrabnya.

Sekretaris Umum MUI Kabupaten Bogor H. Irfan Awaludin, M.Si. Foto: istimewa

Ia melanjutkan, MUI hanya bisa berkembang di tangan orang-orang yang memilki growth mindset (pikiran yang terus berkembang), bukan di tangan orang yang fixed mindset (pikiran yang statis).

“Tanggung jawab kita mengimbangi kehidupan masyarakat yang terus bergerak dan berubah. Sebagai equalizer (penyeimbang), kita harus memahami pola gerak masyarakat, apa yang mempengaruhi mereka, apa yang membuat mereka hidup, dan apa yang menyebabkan mereka mati”, tegasnya.

Ia menambahkan, kerja MUI bukan sekedar kerja administratif yang bersifat fiqhiyyah namun juga ruhiyyah. Kerja administrasi seperti orang sholat yang memenuhi rukun dan wajib, tapi tidak menghiraukan apakah sholatnya diterima atau tidak. Kerja administrasi itu fiqhiyyah, kerja substansi itu ruhiyyah. Keduanya harus dikerjakan dengan seimbang, setulus hati, tanpa paksaan.

“Bogor hari ini ibarat bumi yang kering, masalahnya semakin kompleks, penuh kekisruhan, maka kita harus menjadi oase, mampu menunjukkan jalan keluar. Karena untuk itulah kita dilahirkan sebagai khalifah plus sebagai pelanjut tugas para nabi”, bebernya.

Ketua MUI Kabupaten Bogor Bidang Pendidikan dan Kaderisasi Dr. Aep Saepudin Muhtar, M.Sos. Foto: istimewa

Bogor Masagi – Bogor Ngahiji

Sementara itu, Ketua MUI Kabupaten Bogor bidang Pendidikan dan Kaderisasi Dr. Aep Saepudin Muhtar, M. Sos., mengatakan, pentingnya gagasan Bogor Masagi – Bogor Ngahiji. Masagi merupakan filosofi bahasa sunda yang artinya seimbang, ajeg, kokoh, dan menuju kesempurnaan.

Ia menjabarkan, konsep Bogor Masagi terdiri dari empat aspek. Pertama, masyarakatnya modern namun tetap mempertahankan nilai budaya. Kedua, desanya dibangun kotanya ditata. Ketiga, Pembangunan berjalan alam terlestarikan. Keempat, pendidikan yang baik disertai keluhuran adab dan mempertahankan tradisi.

“Bogor Ngahiji merupakan kolaborasi Pentahelix untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita sempurnanya pembangunan Bogor di semua aspek. Sabeungkeut sauyunan, Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh”, Pungkasnya. (fw)