Kader PKU Jangan Terlalu Tekstual dalam Memandang Masalah Keumatan

Kader PKU Jangan Terlalu Tekstual dalam Memandang Masalah Keumatan Gambar Ilustrasi. By. AI

MUI-BOGOR.ORG – Di pekan-pekan akhir perkuliahan Pendidikan Kader Ulama (PKU) angkatan XIX di Wisma Dharmais Sukaraja, Sabtu (20/9/2025) Wakil Ketua MUI Kabupaten Bogor, Dr. KH. Aim Zaimuddin, MA., mengingatkan para kader PKU agar semakin peka terhadap persoalan umat dan tidak hanya terpaku pada teks semata, melainkan mampu berijtihad dan menghadirkan fatwa yang berlandaskan pada Ruhut Tasyrif dengan merujuk pada kajian mendalam Ulumul Qur’an.

Lebih lanjut, Pengasuh Pondok Pesantren Al Fatmahiyyah Jonggol tersebut menjelaskan, bahwa sebagai sumber utama ajaran Islam, Al-Qur’an dituntut shoolihun likulli zamaan wa makaan (cocok untuk setiap waktu dan tempat). Kondisi inilah yang membuat Al-Qur’an banyak menyampaikan pokok-pokok ajaran secara global dan bersifat sangat elastis.

“Salah satu sisi elastisitas Al-Qur’an terletak pada penafsirannya,” ujar Kyai Aim.

Kiai Aim kemudian memaparkan definisi ilmu tafsir yang beragam, salah satunya menyebutkan bahwa ilmu tafsir adalah ilmu yang dengannya dipahami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya (Muhammad SAW), menjelaskan maknanya, mengeluarkan hukum-hukumnya, dan hikmahnya.

Wakil Ketua MUI Kabupaten Bogor, Dr. KH. Aim Zaimuddin, MA., saat menyampaikan materi Ulumul Qur'an. Foto: Tim Digi MUI Kab. Bogor
Wakil Ketua MUI Kabupaten Bogor, Dr. KH. Aim Zaimuddin, MA., saat menyampaikan materi Ulumul Qur’an. Foto: Tim Digi MUI Kab. Bogor

Secara garis besar, tafsir Al-Qur’an berdasarkan cara pengambilan sumbernya terbagi menjadi dua jenis utama, yaitu:

Pertama, Tafsir bil Ma’thur (dengan riwayat/penyaluran). Tafsir ini pencapaiannya diperoleh secara riwayat (Naql). Metode ini terdiri dari empat macam, yaitu:

  1. Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an (misalnya penafsiran frasa “an’amta ‘alaihim” dalam Al-Fatihah yang dijelaskan oleh surah An-Nisa: 69).
  2. Tafsir Al-Qur’an dengan Sunnah (hadis Nabi), seperti penafsiran kata quwwah (kekuatan) dalam Surah Al-Anfal: 60 yang diterangkan sebagai “keterampilan melempar” dalam hadis.
  3. Tafsir Al-Qur’an dengan Atsar Sahabat (misalnya tafsir Ibnu Abbas tentang Surah An-Nashr sebagai tanda dekatnya akhir masa Nabi Muhammad SAW).
  4. Tafsir Al-Qur’an dengan Atsar Tabiin.

Kedua, Tafsir bir Ro’yi. Yaitu penafsiran Al-Qur’an yang dihasilkan berdasarkan pemahaman, ijtihad, dan penalaran seorang mufassir. Metode ini wajib tidak bertentangan dengan nash yang qath’i (Al-Qur’an, hadits shahih, dan ijma).

Tafsir bi al-Ra’yi memainkan peran penting dalam perkembangan tafsir karena berfungsi mengisi kekosongan dari penjelasan tafsir bir riwaayah.

“Metode tafsir ini membuka ruang ijtihad agar Al-Qur’an dapat selalu relevan sepanjang zaman dan mampu menjawab problematika baru yang tidak dijelaskan secara rinci,” pungkas Kiai Aim.

Penulis: Nur Indah 
Editor: Faisal