Penulis : Ust. Dr. (Cand). H. Hiznu Sobar, M.Pd. (Alumni PKU VI, tinggal di kota Aberdeen, Skotlandia, Britania Raya)

Menjalani kehidupan sebagai seorang muslim di negara barat seperti Benua Eropa, khususnya Britania Raya (United Kingdom) tentu sangat berbeda dengan apa yang dirasakan di negara mayoritas muslim seperti negara-negara timur tengah atau bahkan di Indonesia. Banyak sekali tantangan yang dihadapi mulai dari perbedaan musim yang berdampak pada penetapan waktu salat, perbedaan mazhab dan aliran keagamaan, hingga berdampingan dengan pola kehidupan barat yang serba permisif.
Perbedaan letak geografis, secara ekstrim berdampak pada adaptasi waktu yang sangat signifikan. Saat musim dingin, di mana durasi siang lebih singkat, jadwal solat maghrib bisa jatuh pada pukul tiga sore dan salat subuh masih tersedia hingga pukul delapan pagi. Sementara saat musim panas yang memiliki waktu malam lebih singkat menjadikan waktu maghrib pukul sepuluh malam, isya pukul sebelas dan subuh jatuh pada pukul satu dini hari. Kesimpulannya, waktu salat setiap saat bisa berubah.
Belum lagi persoalan isu terkini tentang gender seperti LGBTQ+, secara prinsip tentu muslim tidak sepakat dengan konsep tersebut, namun di sisi lain muslim harus pandai menempatkan posisi tentang hal ini karena dirasa begitu sangat sensitif. Walhasil, sikap yang terbaik saat ini adalah selama tidak mengganggu hak dan prinsip komunitas muslim, maka jangan sampai mengganggu mereka.
Populasi Muslim di UK
Munculnya komunitas muslim di UK memiliki sejarah yang cukup panjang dan kompleks. Mulai dari abad pertengahan yang tumbuh berkembang seiring adanya jalur sutra dalam dunia perdagangan hingga mulai berkembang pada abad ke-19 di mana kekaisaran UK menguasai atau lebih tepatnya menjajah negara-negara berpenduduk muslim cukup banyak seperti India, Pakistan, Bangladesh, Malaysia, dan negara-negara Afrika Utara. Setelah masa kemerdekaan, hubungan antara komunitas muslim dan UK menguat dengan terjadinya migrasi yang cukup masif dari negara jajahan ke berbagai daerah di UK.
Mengutip dari data Badan Statistik Nasional UK (Officer for National Statistic) jumlah populasi muslim di UK meningkat dari 2,7 juta jiwa (4,9%) pada tahun 2011 menjadi 3,9 juta jiwa (6,5%) pada tahun 2021. Data tersebut memberikan harapan bahwa populasi muslim kian bertambah di kalangan penduduk Britania Raya. Bahkan BBC mencatat sekitar 1.500 masjid dan musola dengan berbagai ukuran dan jumlah komunitasnya masih aktif. Kurang dari 20% bangunannya merupakan adaptasi dari rumah dan bangunan.
Melestarikan Tradisi Pasca Pandemi
Kehidupan Islam di UK, dalam beberapa aspek memiliki kesamaan tradisi sebagaimana muslim pada umumnya, di antaranya berbagi makanan bersama saat berpuasa atau di tanah air dikenal dengan ‘bukber’. Menariknya, makanan yang disajikan didominasi oleh makanan khas ‘IPB’ kepanjangan dari India Pakistan Bangladesh. Karena komunitas muslim di UK memang cukup banyak dipenuhi imigran atau diaspora dari negara tersebut.
Oleh karenanya, tidak mengherankan jika sepanjang bulan Ramadan, di masjid-masjid yang ada di UK, akan ramai dengan kegiatan buka puasa, salat tarawih hingga itikaf baik pria, wanita, maupun anak-anak. Dari informasi yang didapat dari warga setempat, tradisi ini baru mucul kembali setelah dua tahun terhenti karena pandemi.
Nikmatnya Keindahan Toleransi
Selama tinggal di Skotlandia, penulis berkesempatan terlibat dalam aktivitas keagamaan bersama komunitas Muslim diantaranya di Masjid Syed Shah Mustafa, Crown Terrace, yang berada di pusat kota Aberdeen. Dari empat masjid besar yang berada di Aberdeen, masjid ini memiliki keunikan tersendiri. Lokasi masjid ini tepat berada di antara empat gereja yang sangat berdekatan. Satu diantaranya berada persis di sebelah masjid yaitu Gereja Saint John’s Episcopal.
Menurut keterangan dari Imam masjid, dahulunya ruang masih hanya satu ruang dan saat ini memiliki tambahan ruangan yang tadinya merupakan bagian dari gereja yang dijual kepada komunitas muslim. Ruangan ini memiliki akses ke aula gereja yang cukup besar dan kerap digunakan saat salat tarawih untuk kaum muslimah. Menariknya lagi, komunitas Muslim Indonesia termasuk yang sering menggunakan aula tersebut untuk kegiatan kumpul-kumpul seperti halal bi halal dan kajian keluarga muslim Indonesia yang berada di Aberdeen.
Beberapa momen seperti bulan Ramadan tahun ini, Imam masjid Crown Terrace melakukan dialog dengan Pendeta Masjid. Singkatnya, masing-masing sepakat untuk tetap menjaga toleransi dan perdamaian antar pemeluk agama dengan saling menghormati prinsip keyakinan dan ibadah masing-masing. (ed.fw)
Note: Artikel pernah tayang di Majalah Kalam Ulama Edisi 24