Menelusuri Jejak Sanad Ilmu KH. Ma’mur Jawawi dalam Lensa Biografi

Menelusuri Jejak Sanad Ilmu KH. Ma’mur Jawawi dalam Lensa Biografi

MUI-BOGOR.ORG – Mama KH. Ma’mur Jawawi Al-Asy’arie, lahir pada 15 September 1955 di Kampung Leuwibatu Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor, Ia adalah putra pertama dari sepuluh bersaudara, ia merupakan putra kebanggaan dari pasangan KH. Husen Al-Asy’arie dan Hj. Masyitoh.

Sejak kecil kehidupan pribadi Amung (panggilan waktu kecil KH. Ma’mur) dididik penuh dalam ajaran Islam karena ayahnya seorang guru Agama di MTsN Babakan Sirna dan ibunya seorang yang taat beragama sedangkan kakeknya seorang ulama yang memiliki garis keturunan pada kesultanan Cirebon dan Banten.

Ketika menginjak remaja, setelah lulus Madrasah Ibtidaiyah (MI) di tahun 1967 sang ayah mengirim beliau ke Pondok Pesantren Nurul Hidayah Desa Sadeng Kecamatan Leuwisadeng pimpinan Mama KH. Uqon Bulqoeni hingga tahun 1975, saat di pesantren inipun Amung tidak putus untuk terus melanjutkan pendidikan fomalnya yaitu di MTsN Babakan Sirna hingga ia lulus menjadi siswa terbaik pada tahun 1970.

Setelah menyelami bebagai fan ilmu di Pondok Pesantren Nurul Hidayah mulai dari fan ilmu tauhid, fiqih, tajwid, nahwu, shorof, bayan, balaghoh, ma’ani, tasawuf, mantiq, ‘arudh dan qofyah yang dibimbing langsung oleh Mama KH. Uqon Bulqoeni, Ma’mur diarahkan untuk melanjutkan pendidikan pesantrennya ke pondok pesantren Asy Syujai Ciharashas Sirnagalih Cilaku Cianjur dan di pesantren inilah ia berkesempatan memperluas dan memperdalam ilmu agamanya dengan dibimbing langsung oleh Mama Ajengan KH Ahmad Syujai dari tahun 1975 sampai tahun 1977.

Sepulang dari pondok pesantren Asy Syujai Ciharashas, beliau sempat Takhosus berguru kepada Mama Aang Nuh Gentur Cianjur dan pada tahun 1977 beliau memutuskan untuk menikah dengan Siti Robi’atul Adawiyyah, sorang gadis pujaan hatinya dari Kp. Seuseupan Desa Gobang Rumpin, kemudian di kampung ini pula beliau mendirikan pondok pesantren Hidayatul Wildan.

Pada tahun 1981 atas arahan Mama KH. Uqon Bulqoeni beliau pindah ke Kampung Cimaya Leuwisadeng Bogor untuk mengembangkan pondok pesantren Hidayatul Wildan yang telah beliau rintis sejak tahun 1977. Di pondok inilah puluhan kitab turost beliau ajarkan kepada ratusan santrinya diantaranya: Awamil, Jurumiyah, Yakulu, Imriti, Alfiyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in, Fathul Qorib, Riyadlus Sholihin, Tafsir Jalalain, Syarah al-Waraqat, Sulamul Munaorok, Ghoyatul Wusul, Nashoihul Ibad, Syarh Al-Hikam, Ihya’ ‘Ulumuddin dan lain lain.

Berkat kegigihan, ketekunan dan keluasan ilmu KH. Makmur, pondok pesantren Hidayatul Wildan menjadi besar bahkan jadi rujukan para kyai dan ulama di wilayah Bogor. Kemudian berkat kepiawaiannya dalam bergaul dengan semua kalangan, didukung oleh wawasan ilmu kontemporer yang beliau kuasai secara otodidak, KH. Makmur menjelma menjadi tokoh besar dan ulama khaismatik yang sangat disegani.

Hal ini terbukti dengan keterlibatannya diberbagai organisasi Islam sampai menempati posisi strategis seperti di MUI Kabupaten Bogor selama dua periode; periode pertama sebagai Ketua Komisi Fatwa, dilanjutkan periode kedua sebagai Ketua Dewan Pertimbangan dan di ICMI Orda Bogor beliau sempat menuduki jabatan sebagai Dewan Pakar. Selain itu beliau juga tercatat sebagai Dosen Ilmu Fiqih di PKU (Pendidikan Kader Ulama) MUI Bogor, dewan guru di Ulil Albab dan BKSPPI sebuah forum pengajian para ulama di wilayah Bogor dan sekitarnya.

Karena keluasan ilmunya, KH. Makmur ibarat perpustakaan berjalan dan menjadi tempat bertanya berbagai persoalan umat. Hal ini diakui oleh bebagai kalangan termasuk oleh para mahasiswa PKU, bahkan ketika dalam sebuah diskusi atau pengajian di kelas KH. Makmur sangat hafal berbagai kitab turats termasuk halaman dan barisnya, ini membuktikan bahwa budaya literasi beliau sangat kuat dan ternyata bahan bacaannya tidak terbatas pada kitab turost saja tetapi juga majalah, tabloid dan koran, sehingga beliau sampai pernah berlangganan koran harian terbitan ibu kota yaitu Republika.

Kesederhanaan adalah sifat yang melekat pada pribadi beliau yang patut dijadikan contoh. Bahkan ada sebuah cerita saat beliau hendak memberikan kuliah di Pendidikan Kader Ulama (PKU) di tengah jalan terkena macet, beliau rela turun dari mobil dan naik ojek karena khawatir materi kuliahnya tidak tersampaikan kepada mahasiswa yang sudah menunggunya.

Sepanjang perjalanan hidupnya KH. Makmur sangat mencintai ilmu, sehingga beliau tidak pernah berhenti mengaji dan mengajar dalam kondisi apapun termasuk saat beliau sakit sekalipun hingga meningal dunia di usia 68 tahun yaitu pada hari Senin 28 Agustus 2023 pukul 21.15. Dan inilah bukti keikhlasan dan istiqomah almarhum dalam mengajar mendidik dan da’wah serta berkhidmah yang merupakan prinsip utama almarhum, sehingga selama 42 tahun almarhum mengabdikan diri mengurus pondok pesantren Hidayatul Wildan tidak satu waktupun almarhum berhenti mengaji dan mengajar.

Almarhum Mama KH. Ma’mur Jawawi Al-Asy’arie meninggalkan warisan yang tak ternilai harganya dan salah satu warisan terbesar yang harus terus terjaga keberlanjutannya adalah pondok pesantren Hidayatul Wildan. Pondok Pesantren dengan jumlah santri 200 orang itu, saat ini dilanjutkan oleh putera-puterinya yaitu DR.KH. Asep Nuhdi. S.Th.I., M.Pd dan adik adiknya dengan membentuk dewan pengajar untuk santri putra yaitu Kiai Syihab, Kiai Iip. Sementara untuk santri putri oleh Ustadzah Hajjah Eneng Robiatul Ummah dan Kiai Ade Wahyudin.

Selain itu, ada banyak warisan spiritual dan ajaran yang almarhum titipkan kepada keluarga, santri dan alumninya. Salah satu pesan khusus yang almarhum sampaikan disaat sakit adalah: Kudu jadi jalma anu sieun ka Allah, jadi jalma Khosyatillah. Lamun urang hirup di dunia kumaha Allah, maka di akherat Allah kumaha urang. (defah)

Note: Tulisan ini pernah dipublikasikan di Majalah Kalam Ulama Edisi ke 25 tahun 2023