MUI Bogor Ungkap Analisa Ketimpangan Anggaran MUI Kabupaten/Kota di Jawa Barat

MUI Bogor Ungkap Analisa Ketimpangan Anggaran MUI Kabupaten/Kota di Jawa Barat Delegasi MUI Kabupaten Bogor pada Musda XI MUI Provinsi Jawa Barat. (Foto: Faisal-MUI Online)

MUI-BOGOR.ORG – Musda XI Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Barat yang digelar di Hotel Puri Khatulistiwa, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Rabu malam (17/12/2025), memasuki agenda Sidang Pleno IV dengan materi tanggapan dan laporan MUI kabupaten/kota se-Jawa Barat.

Dalam sidang tersebut, Sekretaris Umum MUI Kabupaten Bogor, H. Irfan Awaludin, M.Si., menyampaikan laporan sekaligus pandangan strategis terkait tantangan kelembagaan MUI di daerah.

Gus Irfan menyampaikan pentingnya penguatan koordinasi dan strategi komunikasi MUI dengan pemerintah daerah. Ia menilai persoalan yang dihadapi MUI di daerah hampir seragam, yakni lemahnya keterhubungan dan belum optimalnya pendekatan kelembagaan kepada kepala daerah.

“Perlu ada tim khusus, apapun namanya, yang berfungsi sebagai pelindung dan penguat lembaga. Mengingat masyarakat memiliki latar belakang dan cara pandang yang berbeda-beda, MUI harus hadir dengan pendekatan yang tepat,” ujarnya.

Sekretaris Umum MUI Kabupaten Bogor, H. Irfan Awaludin, M.Si., menyampaikan laporan sekaligus pandangannya. (Foto: Faisal-MUI Online)

Menurutnya, MUI memiliki pijakan hukum dan prinsip keadilan yang kuat sebagaimana tertuang dalam kaidah-kaidah fikih. Namun persoalannya, di tingkat daerah sering kali tidak tersedia narasi komunikasi yang tepat untuk menyampaikan kebutuhan mendesak MUI kepada kepala daerah.

“Apa yang dianggap mendesak oleh MUI belum tentu dipahami sama oleh bupati atau wali kota. Karena itu, perlu penyelarasan cara berkomunikasi agar MUI tidak terjebak dalam pola kerja yang stagnan,” katanya.

Ia bahkan mengungkapkan pernah mendengar pandangan dari politisi pusat yang menilai MUI sebagai lembaga orang tua yang kurang perlu diperhatikan. Menurutnya, tanpa inovasi dan strategi pendekatan politik yang baik, sulit berharap MUI mendapatkan perhatian yang layak dari pemerintah daerah.

Gus Irfan mencontohkan besarnya ketimpangan anggaran. Di daerah dengan PAD mencapai triliunan rupiah, alokasi untuk MUI dinilai sangat kecil dan tidak proporsional, padahal hampir seluruh persoalan keumatan selalu melibatkan MUI.

“Pada masa pandemi COVID-19, misalnya, MUI turun langsung ke masyarakat. Ketika muncul konflik sosial dan keagamaan, MUI juga yang bergerak cepat. Namun perhatian dan dukungan anggaran tidak sebanding,” ujarnya.

Karena itu, ia mendorong MUI kabupaten dan kota agar memiliki tim khusus yang fokus membangun komunikasi strategis dengan pemerintah daerah, bukan hanya menjalankan kegiatan rutin keagamaan.

Ia juga menilai perlu ada peran provinsi, khususnya kebijakan gubernur, agar ada keberpihakan yang jelas terhadap MUI, misalnya melalui surat edaran kepada bupati dan wali kota untuk mengalokasikan hibah yang proporsional.

Selain hibah langsung, Gus Irfan menyarankan agar MUI membuka skema kerja sama lain, seperti program bersama, dukungan sektor bisnis, Baznas, serta sinergi dengan BUMN syariah yang potensinya cukup besar.

Menurutnya, Baznas di setiap daerah memiliki perolehan dana yang signifikan dan dapat disinergikan dengan program MUI, tentu dengan dukungan kebijakan di tingkat provinsi.

Di akhir penyampaiannya, Gus Irfan mengingatkan bahwa MUI juga harus memantaskan diri. Besarnya hibah harus sebanding dengan besarnya persoalan dan tanggung jawab yang ditangani.

“Ketika MUI mampu menangani konflik besar dan persoalan strategis, pemerintah daerah akan melihat bahwa MUI layak menjadi mitra. Dari situlah kepercayaan dan dukungan akan tumbuh,” pungkasnya.

Editor: Faisal Wibowo