MUI-BOGOR.ORG – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) ke-11 pada 20–23 November 2025 di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara. Forum tertinggi ulama se-Indonesia ini rencananya akan dibuka secara resmi oleh Presiden Prabowo Subianto dan menjadi momentum strategis untuk membahas berbagai isu keumatan dan kebangsaan, mulai dari fatwa-fatwa aktual hingga tantangan keagamaan di era digital.
Ketua Steering Committee (SC) Munas XI MUI Pusat, Prof. KH. Asrorun Ni’am Sholeh, menjelaskan bahwa Munas tahun ini akan membahas sejumlah fatwa penting, di antaranya terkait fenomena Algorithmic Religion, manfaat polis asuransi jiwa syariah, pengelolaan sampah untuk kemaslahatan, pajak berkeadilan, hukum uang elektronik yang hilang atau rusak, serta rekening dormant.
“Yang terakhir ini menarik, terkait rekening dormant dan potensi moral hazard. Apakah rekening yang sekadar inaktif bisa langsung ditutup, atau perlu tata kelola baru agar tidak menimbulkan tindakan destruktif?” ujar Ketua Komisi Fatwa tersebut sebagaimaan dikutip Detik News, Selasa (4/11/2025)

Selain pembahasan fatwa, isu kemanusiaan di Palestina juga menjadi salah satu topik penting. Asrorun menegaskan bahwa Indonesia akan selalu konsisten membela kemerdekaan Palestina.
“Tidak banyak negara yang se-istiqamah Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina. Two-state solution menjadi syarat mutlak bagi dukungan kita,” tegasnya
Sementara itu, Sekjen MUI Pusat, Dr. Amirsyah Tambunan mengapresiasi sikap pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo yang terus menyuarakan dukungan bagi Palestina.
“Sikap pemerintah kita apresiasi. Selain itu, seluruh ormas Islam dan lembaga filantropi di Indonesia juga terus menghimpun kekuatan pembiayaan untuk mendukung kemanusiaan di Gaza,” ujar Amirsyah.
Ia berharap negara-negara yang masih bersikap netral agar “kembali ke jalan yang benar” dan mendukung nilai-nilai kemanusiaan di Palestina.
Di sisi lain, Ketua MUI Pusat Bidang Informasi dan Komunikasi (Infokom), KH. Masduki Baidlowi menyoroti tantangan baru yang dihadapi umat Islam di era digital, yakni fenomena “algorithmic religion” yaitu orientasi keagamaan yang dibentuk oleh sistem algoritma media sosial dan kecerdasan buatan (artificial intelligence).
“Sekarang anak muda belajar agama bukan lagi dari ustaz atau lembaga seperti MUI, tapi dari algoritma. Mereka bertanya ke mesin pencarian atau media sosial. Ini berbahaya karena algoritma itu alat yang tekstual, sering memotong ayat tanpa konteks,” ujar Kiai Masduki saat konferensi pers menjelang Munas XI di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Menurutnya, lebih dari 60 persen populasi Indonesia kini didominasi generasi muda milenial, Gen Z, dan Gen Alpha, yang sebagian besar memperoleh pemahaman agama dari ruang digital. Hal ini menyebabkan pergeseran orientasi dari lembaga otoritatif seperti MUI, NU, dan Muhammadiyah ke tokoh-tokoh atau konten yang direkomendasikan algoritma.
“Orientasi keagamaan anak muda kini tidak lagi ke lembaga resmi, tapi kepada apa yang muncul di algoritma. Ini tantangan serius bagi MUI,” katanya.
Kiai Masduki menekankan bahwa fenomena ini tidak bisa dihindari, namun harus direspons secara bijak.
“MUI harus hadir di ruang algoritma. Tantangan kita bukan hanya soal konten, tetapi bagaimana nilai dan fatwa keagamaan bisa sampai kepada umat melalui ekosistem digital yang sehat,” ujarnya.
Ia berharap Munas XI MUI menjadi momentum penting untuk merumuskan strategi dakwah dan komunikasi keagamaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan zaman, tanpa meninggalkan nilai-nilai otoritatif dan keulamaan.
“MUI harus mampu menjawab tantangan era digital. Kita harus hadir di ruang algoritma agar umat tidak kehilangan arah dalam beragama,” tegasnya.
Editor: Faisal






