Pembinaan MUI Cisarua: Pertegas Peran Ulama di Masyarakat

Pembinaan MUI Cisarua: Pertegas Peran Ulama di Masyarakat Foto bersama usai Pembinaan MUI Kecamatan dan Desa sekecamatan Cisarua

MUI-BOGOR.ORG, CISARUA – MUI Kabupaten Bogor kembali menyelenggarakan pembinaan organisasi MUI Kecamatan dan Kelurahan. Kali ini pembinaan dilakukan bagi pengurus MUI Kecamatan dan Kelurahan se Kecamatan Cisarua yang diselenggarakan di gedung serbaguna Kecamatan Cisarua, Kamis (1/8).

Ketua MUI Kecamatan Cisarua KH. Rahmatullah,  dalam sambutannya mengatakan, pembinaan organisasi ini sangat penting agar peran MUI ke depan semakin kuat karena masalah dan tantangan semakin berat.

“Cisarua sebagai kecamatan yang memiliki segudang permasalahan, mulai dari pinjol, judi online, pergaulan bebas, dan permasalahan moral lainnya, ini merupakan PR buat kita, siapa yang paling depan menghadapi masalah ini tentunya ulama. Oleh karena itu, pembinaan ini sangat penting agar peran MUI ke depan semakin kuat”, ujar Kyai Rahmatullah.

Sekretaris Umum MUI Kabupaten Bogor H. Irvan Awaludin, M.Si., sedang Menyuampaikan Materi Pembinaan.

Hadir sebagai narasumber Sekretaris Umum MUI Kabupaten Bogor KH. Irfan Awaludin, M.Si. Dalam paparannya ia menyampaikan kondisi masyarakat Indonesia hari ini yang masih mengidap penyakit peninggalan kolonialisme.

“Para penjajah memang sudah pergi, tapi peninggalannya masih banyak, diantaranya meninggalkan mental terjajah atau inlander. Mental inlander ialah kondisi di mana bangsa kita selalu merasa lebih rendah dari bangsa asing. Mereka menaklukkan pribumi dengan membuat kesadaran yang rendah sehingga melahirkan mental inlander atau inferiority complex (mental inferior)”, ujar Gus Irfan.

Lebih lanjut Gus Irfan menjelaskan, mental inlander jika dikaitkan dengan skala/level kesadaran Hawkins berada di skala kesadaran terendah 20 yaitu shame rendah diri (inlander).

Pada level 20 ini seseorang selalu merasa dirinya terhina, pandangan hidupnya selalu menderita, dan proses hidupnya selalu menolak untuk maju. Secara berurutan, level 30 guilt merasa bersalah, level 50 apatis, level 75 grief meratapi kesedihan, level 100 fear merasa takut, level 125 desire nafsu/hasratnya berlebihan, level 150 anger pemarah, dan level 175 pride bangga.

“Kalau sebuah negara yang bangsanya masih bermental 20 sampai 175 ini bahaya, tidak akan maju. Kalau ingin bangsanya maju, maka levelnya harus di atas 200 (courage) berani.  Jika kita ingin merubah lingkungan kita menjadi lebih baik, maka level kesadaran kita harus ditingkatkan, karena level kesadaran berkorelasi dengan problem sosial”, tegasnya.

Padahal, lanjut Gus Irfan, level kesadaran para ulama dan founding fathers dahulu saat berjuang merebut kemerdekaan itu di atas 250. Sementara hari ini, level kesadaran para ulama dan para pemimpin kita masih banyak di bawah 200. Sehingga tidak heran mengapa hari ini beragam permasalahan semakin berat untuk dilalui.

Oleh karena itu, Gus Irfan mengajak kepada para pengurus MUI Kecamatan dan Kelurahan se Kecamatan Cibinong untuk menaikkan level kesadarannya di atas 250 (neutrality). Pada skala kesadaran ini, kita akan lebih rileks dan fleksibel menjalani hidup, tidak ngoyo, merasa aman, percaya diri, dan memilih melepaskan emosi yang negatif dan mengisinya dengan emosi positif. (AL)