Perbedaan Pendapat Ulama: Sumber Hikmah, Bukan Perselisihan

Perbedaan Pendapat Ulama: Sumber Hikmah, Bukan Perselisihan Gambar Ilustrasi "Perbedaan adalah Rahmat"

MUI-BOGOR.ORG – Perbedaan pendapat di kalangan ulama dinilai sebagai rahmat bagi umat, karena lahir dari kedalaman ilmu dan pemahaman terhadap suatu persoalan. Sebaliknya, perbedaan di kalangan masyarakat awam kerap menimbulkan persoalan, lantaran berangkat dari keterbatasan pemahaman.

Pernyataan itu disampaikan oleh Sekretaris Komisi Fatwa MUI Kabupaten Bogor, Dr. Abdul Wafi Muhaimin, M.IRKH., dalam perkuliahan Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI Kabupaten Bogor Angkatan XIX, yang diselenggarakan di Aula Balai Diklat Dharmais, Kecamatan Sukaraja, Ahad (14/9/2025).

Gus Wafi sapaan akrabnya, menyampaikan mata kuliah Fikih Perbandingan Mazhab. Ia kemudian mengutip perkataan seorang Ulama Tabi‘in, Imam Qatadah bin Di’amah As Sadusi:

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Kabupaten Bogor, Gus Wafi saat menjadi narasumber PKU Angkatan XIX. Foto: Istimewa
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Kabupaten Bogor, Gus Wafi saat menjadi narasumber PKU Angkatan XIX. Foto: Istimewa

من لم يعرف الاختلاف لم يشم أنفه الفقه

Artinya: Barang siapa yang tidak mengetahui adanya perbedaan (pendapat), maka ia tidak akan pernah mencium aroma fikih.

Lebih lanjut, alumni PKU Angkatan X tersebut menyampaikan pandangan Khalifah Umar bin Abdul Aziz رضي الله عنه yang menilai perbedaan para sahabat sebagai bentuk kelapangan bagi umat:

ما أحب أن أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يختلفوا، لأنه لو كان قولا واحدا لكان الناس في ضيق، وإنهم أئمة يقتدى بهم، فلو أخذ أحد بقول رجل منهم لكان في سعة.

Artinya: Aku tidak suka jika para sahabat Rasulullah SAW tidak berbeda pendapat, sebab jika mereka semua satu pendapat, maka manusia akan berada dalam kesempitan. Padahal mereka adalah para imam yang menjadi teladan. Maka jika seseorang mengambil pendapat salah satu dari mereka, ia tetap berada dalam kelapangan.

Sebab Terjadinya Perbedaan Pendapat di Kalangan Fuqoha

Di hadapan lima puluh Mahasiswa PKU Angkatan XIX, Gus Wafi memaparkan tiga sebab utama terjadinya perbedaan pendapat di kalangan ulama ahli fikih (fuqaha): Pertama, riwayat hadis (asbāb ta‘ūdu ilā riwāyati as-sunan). Kedua, bahasa (asbāb ta‘ūdu ilā al-lughah). Dan Ketiga, pemahaman teks serta perbedaan kemampuan mujtahid dalam menafsirkannya (asbāb ta‘ūdu ilā fahm an-nash wa tafāwut ‘uqūl al-mujtahidīn).

Beberapa contoh yang diangkat Gus Wafi, antara lain: hukum waris nenek pada masa Abu Bakar, lalu perbedaan pendapat soal menyentuh perempuan apakah membatalkan wudu, hingga variasi praktik salat gerhana berdasarkan riwayat yang berbeda.

Pada forum ini, Gus Wafi secara spesifik menjelaskan tentang sebab pertama, yakni perbedaan dalam riwayat hadis, yang mencakup tiga hal, yaitu: pertama: tidak sampainya sebuah hadis kepada seorang ulama, kedua: keraguan dalam menetapkan keabsahan hadis, dan ketiga: lupa terhadap hadis yang pernah diterima.

Manhaj Ijtihad Para Imam Mazhab

Lebih lanjut, Gus Wafi juga menjabarkan metode ijtihad empat imam besar mazhab yang dipegang oleh umat Islam. Pertama, Imam Abu Hanifah berpegang pada tujuh sumber, termasuk Al-Qur’an, sunnah, fatwa sahabat, ijma, qiyas, istihsan, dan urf. Kedua, Imam Malik menggunakan sebelas sumber, di antaranya amal penduduk Madinah, maslahah mursalah, sadd al-dhara’i, dan adat.

Ketiga, Imam Syafi‘i membatasi pada lima sumber, yaitu Al-Qur’an, sunnah, ijma, qiyas, dan pendapat sahabat. Dan Keempat, Imam Ahmad bersandar pada delapan sumber, termasuk istishab, maslahah mursalah, dan sadd al-dhara’i.

Cara Mengatasi Kontradiksi Dalil

Gus Wafi juga mengulas sedikit mengenai dua metode penyelesaian kontradiksi dalil dari dua mazhab, yaitu Hanafiyah dan Syafi’iyah.

Metode Hanafiyah: nasakh (penghapusan), tarjih (menguatkan salah satu dalil), jam‘u wa at-taufiq (kompromi), dan tasāquṭ (menggugurkan keduanya bila tidak bisa dikompromikan).

Metode Syafi‘iyah: mendahulukan jam‘u wa at-taufiq, kemudian tarjih, nasakh, dan terakhir tasāquṭ.

Toleransi dalam Bermazhab

Melalui perkuliahan ini, para peserta PKU 19 diharapkan memiliki wawasan yang lebih luas tentang khazanah Fikih Islam sekaligus menumbuhkan sikap toleransi terhadap perbedaan mazhab.

“Perbedaan bukanlah sumber perpecahan, melainkan ruang untuk memahami keluasan syariat,” tegas Gus Wafi.

Menutup perkuliahan, Gus Wafi berharap para kader ulama memiliki keluasan yang mumpuni dalam ilmu, keluwesan atau bijak dalam menyikapi perbedaan, serta mampu membimbing umat dengan ilmu yang lurus dan moderat.

Penulis: Yusup Royani

Editor: Faisal