Rahasia Kekuatan Pikiran dan Akal Manusia

Rahasia Kekuatan Pikiran dan Akal Manusia Gambar Ilustrasi

MUI-BOGOR.ORG – Siapakah kita? Pertanyaan reflektif ini membuka materi perkuliahan Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI Kabupaten Bogor Angkatan ke 19 dalam Stadium General bertajuk “The Secret of Human Mind”, yang disampaikan oleh CEO Mubarak Institute, H. Dani Mohass Mubarak di Aula Balai Diklat Dharmais, Kecamatan Sukaraja, Sabtu (23/8/2025)

Di awal pemaparannya, pembicara mengutip kaidah populer di kalangan santri, al-insān ḥayawānun nāṭiq — manusia adalah hewan yang berpikir rasional. Dari kutipan tersebut, ia mengajak para kader ulama merenungkan kompleksitas organ biologis manusia, khususnya otak yang menjadi pusat sistem saraf. Ia menekankan perbedaan antara otak, akal, dan pikiran, otak sebagai hardware, pikiran sebagai software, dan akal sebagai instrumen berpikir logis yang bekerja melalui otak.

CEO Mubarak Institute, H. Dani Mohass Mubarak saat mengisi Studium General PKU Angkatan ke 19. Foto: Tim Digital MUI Kab. Bogor

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pikiran manusia terbagi dua, yaitu pikiran sadar (conscious mind) yang berfungsi menganalisa, merencanakan, serta menyimpan memori jangka pendek, dan pikiran bawah sadar (sub-conscious mind) yang berperan menyimpan memori jangka panjang, emosi, kebiasaan, fungsi tubuh, kreativitas, perkembangan, koneksi spiritual, dan intuisi. Menurutnya, lupa secara ilmiah terjadi karena ketidakmampuan mengakses memori jangka panjang yang tersimpan di pikiran bawah sadar.

Di antara pikiran sadar dan bawah sadar terdapat “critical mind”, yaitu gerbang yang sering menjadi sasaran brainwash oleh pihak-pihak tertentu demi kepentingannya. “Inilah alasan pentingnya para kader ulama mempelajari The Secret of Human Mind,” tegasnya.

Peserta PKU Angkatan ke 19 terlihat antusias mengikuti materi yang disampaikan narasumber. Foto: Tim Digital MUI Kab. Bogor

Untuk mengakses memori jangka panjang, lanjutnya, seseorang harus berada dalam kondisi tenang, melepaskan ketegangan dengan menarik napas panjang, hingga gelombang otak turun ke level alpha. “Seperti ketika kita sedang melaksanakan shalat,” jelasnya. Kondisi ini memungkinkan otak menerima informasi secara maksimal, sehingga menjadikan seseorang lebih cerdas.

Pada kesempatan tersebut, H. Dani juga memperluas pemaparan tentang empat gelombang otak manusia yang memiliki peran penting dalam aktivitas sehari-hari:

Peserta PKU Angkatan ke 19 terlihat antusias mengikuti materi yang disampaikan narasumber. Foto: Tim Digital MUI Kab. Bogor

Pertama, Gelombang Beta – merupakan kondisi otak saat seseorang aktif, terjaga, dan fokus terhadap lingkungan sekitarnya. Gelombang ini dominan ketika manusia berpikir logis, menyelesaikan masalah, bekerja, atau belajar. Namun, jika otak terlalu lama berada dalam frekuensi beta tinggi, dapat menimbulkan stres, rasa cemas, bahkan kelelahan mental.

Kedua, Gelombang Alpha – kondisi tenang dan rileks, sering muncul ketika seseorang sedang beristirahat, bermeditasi, atau khusyuk dalam ibadah seperti shalat. Pada fase ini, pikiran lebih terbuka, daya imajinasi meningkat, dan informasi lebih mudah diterima serta disimpan dalam memori jangka panjang. Gelombang alpha sering disebut sebagai “pintu gerbang kreativitas” sekaligus kondisi yang menyehatkan jiwa.

Ketiga, Gelombang Theta – muncul ketika seseorang berada di ambang tidur atau dalam tidur ringan. Gelombang ini berhubungan erat dengan mimpi, daya imajinasi bawah sadar, serta proses penyembuhan emosional. Dalam kondisi theta, manusia bisa lebih mudah mengakses memori terdalam dan melakukan refleksi spiritual yang mendalam.

Narasumber foto bersama dengan peserta PKU Angkatan ke 19. Foto: Tim Digital MUI Kab. Bogor

Keempat, Gelombang Delta – merupakan gelombang otak yang paling lambat, muncul ketika seseorang tidur nyenyak tanpa mimpi atau dalam kondisi hilang kesadaran seperti koma. Gelombang delta berfungsi memulihkan energi, meregenerasi sel tubuh, dan memperkuat sistem imun. Saat gelombang ini bekerja, otak berada pada fase penyembuhan alami yang sangat penting bagi kesehatan fisik dan mental.

Melalui penjelasan tersebut, para kader ulama diajak untuk memahami bahwa mengelola gelombang otak sama pentingnya dengan menjaga tubuh. Kemampuan menurunkan frekuensi gelombang otak ke kondisi alpha atau theta secara teratur, misalnya melalui ibadah dan ketenangan batin, akan membuat seseorang lebih sehat, cerdas, dan seimbang.

Ia juga berpesan agar para kader ulama mampu mengenali diri, menjaga kesehatan akal pikiran, serta menjauhi kekhawatiran berlebihan. “Kalau kita harus mati, maka orang yang terus mengkhawatirkan kematian sejatinya sudah mati berkali-kali,” ungkapnya. Ia pun menekankan bahwa 60% penyakit berasal dari pikiran, sedangkan sisanya 20% dari makanan dan 20% dari lingkungan.

Penulis: Nur Indah. Editor: Faisal