MUI-BOGOR.ORG – Akan datang suatu masa di mana banyak orang pandai berbicara namun tidak diiringi dengan ilmu agama dan yang lebih membahayakan, mereka ini dianggap seperti ulama oleh masyarakat.
Pernyataan itu disampaikan oleh Syekh Dr. Ammar bin Azmi bin Shalih bin Muhammad Ar-Rafati Al-Jilani Al-Hasani, seorang ulama Palestina yang pernah menjadi Imam di Masjid Al-Aqsha, pada Stadium General Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI Kabupaten Bogor angkatan XIX, di Aula Balai Diklat Wisma Dharmais, Kecamatan Sukaraja, Sabtu pagi (20/9/2025).
Ulama yang sudah hafal Al-Qur’an sejak usia 11 tahun tersebut, menyoroti tantangan besar yang dialami umat Islam saat ini, bahwa semangat mencari ilmu dan meneladani para ulama mulai luntur, hanyut terbawa kemajuan teknologi digital.

Menurut Syekh Ammar, umat Islam hari ini lebih suka berbicara daripada membaca, jarang hadir di majelis ilmu, dan enggan menulis karya. Banyak yang beranggapan bahwa ilmu agama bisa didapatkan hanya melalui YouTube dan media sosial.
“Padahal, menuntut ilmu agama harus dilakukan secara talaqqi (bertatap muka langsung) dengan ulama. Ini penting untuk merawat mata rantai ilmu yang disebut dengan sanad,” tegas Ulama kelahiran Gaza tersebut.
Ulama yang nama panggilannya Abu Ja’far tersebut, menyampaikan apresiasinya terhadap peran MUI. Menurutnya, MUI menjadi payung bagi organisasi-organisasi Islam di Indonesia, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Persatuan Islam. Oleh karena itu, para ulama menjadi akar kekuatan bangsa.
“MUI memiliki peranan penting untuk mengawasi para pemimpin negara dengan nasehat dan fatwanya,” tambahnya.

Syekh Ammar mendorong para kader ulama untuk terus belajar, menguasai berbagai macam ilmu agama, dan menjadi sosok penggerak kebaikan. “Masyarakat sangat membutuhkan sosok-sosok yang berilmu, mengamalkan ilmunya tanpa pamrih, dan mampu memancarkan cahaya keistiqomahan dan keberkahan,” pesannya.
Ia menekankan pentingnya menjadi contoh yang baik, tidak hanya pandai memberikan nasihat, tetapi juga konsisten dalam ucapan dan perbuatan (Uswatun Hasanah).
Syekh Ammar juga mengajak para kader ulama untuk memaksimalkan penggunaan media digital untuk berdakwah. Ia menyebut bahwa saat ini perang pemikiran terjadi melalui media sosial.
“Jika kita tidak menguasai ranah digital, peran ini akan dimanfaatkan oleh orang-orang fasik yang akan membawa dampak buruk bagi umat Islam. Perang pemikiran hari ini adalah melalui konten-konten yang tidak berkualitas namun konsisten dan masif,” katanya.
Kehadiran Syekh Ammar tidak hanya menyampaikan kuliah umum kepada peserta PKU 19, namun juga memberikan ijazah Kitab Syamailul Muhammadiyah karya Imam At-Tirmizi.
Kitab ini merupakan referensi utama yang menggambarkan sosok Rasulullah dari berbagai aspek, mulai dari fisik, budi pekerti, hingga perilaku sehari-hari dan ibadahnya.
“Kitab ini adalah kumpulan hadis atau kesaksian para sahabat yang disusun dengan ringkas dan mudah dipahami. Meskipun setiap sub-tema hanya memuat beberapa hadis, hal ini justru mempermudah pembaca untuk memahami sosok Rasulullah,” ujarnya.
Bagi generasi milenial, kitab ini sangat penting sebagai rujukan untuk mengenal lebih dekat Rasulullah sebagai teladan terbaik (Uswatun Hasanah). “Setelah membaca kitab ini, sosok Rasulullah seolah nyata berada di pelupuk mata,” pungkasnya.
Penulis: Helmi Hardiansyah
Editor: Faisal