
Oleh: Dr. M. Taufik Hidayatullah, M.Si (Sekretaris Komisi Litbang MUI Kabupaten Bogor)
Di malam kelam tanah Palestina yang diberkahi, tepatnya 7 Oktober 2023 (dini hari), sebuah peristiwa epic terjadi. Pejuang Palestina dengan sepenuh tekad berhasil menerobos pertahanan kuat berlapis milik Israel di wilayah Selatan negeri itu, yang kemudian menyasar Yerusalem dan Tel Aviv sehingga berdampak pada eskalasi yang lebih jauh.
Mengingatkan kita akan sebuah peristiwa serupa beberapa ribu tahun lalu. Benang merahnya sama, kita menyaksikan keajaiban kala si lemah menghadapi si kuat dengan takdir yang sudah kita ketahui akhir kesudahannya.
Mari kita telusuri lebih dalam upaya pejuang Palestina ini yang dipenuhi semangat perlawanan, sembari merenungkan bagaimana kali ini sejarah mereplikasi dengan cara yang sama.
Bagaimana peristiwa di masa lalu terjadi? Pada suatu hari yang terik, di sebuah lembah Palestina sedang dijadikan palagan peperangan. Tersebutlah dua orang tokoh protagonis (tokoh utama) dan antagonis (tokoh yang menentang tokoh utama) di sisi berlawanan, mempertemukan Nabi Daud AS yang berperawakan kecil dan tidak memiliki pengalaman bertempur melawan Panglima Jalut yang besar dan sangat terlatih dalam pertempuran.
Secara tak terduga, terhenyaklah ribuan saksi mata dari kalangan prajurit ke dua belah pihak kala menyaksikan tumbangnya Panglima Jalut. Hal tersebut lebih disebabkan dampak dari lemparan batu kerikil (tiga kali sepelemparan) dengan menggunakan alat bantu ketapel yang dilakukan Nabi Daud AS tepat ke arah kening lawannya (rujukan ayat lihat QS. Al Baqarah : 246-251).
Mengapa dengan batu kecil yang dilemparkan seorang anak kecil itu sedemikian dahsyat menyebabkan gelombang ketakutan dan kekalahan pihak angkara? Hal tersebut pada hakekatnya berkat pertolongan Allah SWT semata.
Allah SWT berfirman: “… dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang Mu’min, dengan kemenangan yang baik…”. (QS. Al Anfal : 17).
Ibnu Katsir memberikan tafsir pada ayat tersebut bahwa bukan karena daya dan kekuatan manusia sehingga bisa mengalahkan musuh yang jumlahnya sangat banyak, akan tetapi Allah-lah yang menjadikan manusia mampu menaklukkan musuh mereka.
Kini di penghujung zaman (akhir abad 20) setelah ribuan tahun peristiwa itu berlangsung, kita menyaksikan kembali konfrontasi dua kekuatan yang tidak seimbang di tanah Palestina, negeri para nabi yang diberkati. Kali ini vis a vis (berhadapan) antara Palestina di satu sisi dengan Israel di sisi lain.
Ajaibnya, batu kerikil yang dulu digunakan, kini kembali menjadi senjata yang digunakan dalam perlawanan. Gerakan lemparan batu kerikil tersebut dikenal dengan nama “gerakan intifadah” yang dimulai pada tahun 1987, merupakan percikan perlawanan dan ekspresi perjuangan rakyat Palestina.
Sejauh ini lemparan batu pertama telah menjelma menjadi pasukan gerilya terbaik yang mampu memberikan perlawanan terhadap serangan armada militer terkuat di kawasan. Lemparan batu kedua telah membentuk gelombang perlawanan asimetris (perang di mana pihak yang lebih lemah akan berusaha menggunakan strategi untuk mengimbangi kekurangan dalam kuantitas atau kualitas pasukan dan peralatan mereka) dalam berbagai bentuknya.
Tinggal kita tunggu lemparan batu kerikil ketiga yang belum terjadi akan melahirkan dampak seperti apa (namun sudah ada bunga-bunganya di awal abad 21 ini).
Berita terakhir 10 Oktober 2023 yang trending di kanal berita terkemuka dunia hanya menyebutkan bahwa upaya perlawanan pejuang Palestina sementara waktu telah dapat mengoyak kekuatan Israel sebagai lawan secara nyata berkat keberanian, kejutan dan ketidakterprediksian para pejuangnya yang dibalas dengan pengerahan tentara Israel sebagai bentuk pembalasan.
Kedua kisah ini tentu saja telah mengajarkan kepada kita tentang arti sesungguhnya perjuangan, tentang kekuatan tekad hingga dapat memimpin dalam menghadapi rintangan apa pun yang mungkin ditemui.
Pada akhirnya, seperti batu kerikil yang pernah menjadi senjata perubahan, mari kita terus mengerahkan kemampuan di bidang masing-masing untuk mendobrak kemunduran menjadi kemajuan yang tak terperi. Semoga.
Wallahu a’lam bi as shawab