MUI-BOGOR.ORG – Bassam Jarar pernah menulis sebuah buku yang menggemparkan dunia, lebih-lebih di kawasan Timur Tengah berjudul Zawaal Israel 2022 [Kejatuhan Israel 2022], sebagaimana judulnya berisi ramalan tentang kehancuran Israel berdasarkan perhitungan numerik dalam Al Qur’an. Buku tersebut segera terkenal setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan didistribusikan secara luas di Malaysia. Sejak saat itu, buku tersebut berhasil menjadi buku terlaris di dunia Arab-Islam.
Buku itu terbagi menjadi dua bab. Bab pertama merupakan penafsiran nubuatan dalam Surat Al Isra tentang berdirinya negara Israel dan lenyapnya negara tersebut sepanjang zaman. Sedangkan bab kedua berisi tafsir matematis. Penafsiran Bassam Jarar menggunakan angka dan tanggal. Tentu saja prediksi ini menimbulkan tanda tanya tersendiri karena Israel hingga kini di medio Mei tahun 2024 masih melancarkan serangan ke Palestina (sampai di pemukiman padat Rafah) hingga berdampak pada banyaknya korban yang berjatuhan.
Prediksi tentang kejatuhan Israel bukan sekali ini saja terekspose ke publik. Sebagaimana pernah diberitakan media internasional, mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Henry Kissinger juga pernah meramalkan Israel akan runtuh pada 2022. Pernyataan ini muncul dalam tulisan kolumnis New York Post, Cindy Adams, pada 2012.
Secara paralel dan cukup populer dengan apa yang pernah Sheikh Yassin katakan tentang prediksinya bahwa Negara Israel akan hancur pada 2027 mendatang. Lagi-lagi, Syekh Yassin sendiri memprediksi hal ini berdasarkan analisis yang terdapat dalam kitab suci Al Qur’an, di mana tahun 2027 disebut merupakan siklus 40 tahunan pecahnya perang antara Hamas dan Israel. Dengan kata lain, Syekh Yassin merujuk pada peristiwa intifada tahun 1987, sehingga bila ditambah 40 tahun, akan muncul angka 2027.
Ramalan kejatuhan Israel tahun 2022 tidak terpenuhi bila merujuk pada masih eksisnya negara tersebut sejauh ini. Tidak menutup kemungkinan juga tahun 2027. Apalagi, terdapat keraguan di kalangan media Israel sebagaimana kesangsian dari internal warga Israel. Salah satu media mainstream Israel, yaitu thejerusalemconnection.us dalam tulisan berjudul Islam Plans to Destroy Israel by 2022 di tahun 2015 lalu menyatakan bahwa kelangsungan hidup Negara Yahudi tampak genting.
Namun, semuanya menunjukkan hal yang sebaliknya. Populasi Israel saat ini berpuluh kali lipat lebih tinggi dibandingkan tahun 1948, tahun berdirinya negara dan perang kemerdekaan. Selanjutnya menutup alasan kesangsiannya dengan mendeskripsikan dengan penuh keyakinan betapa orang Israel mencintai kehidupan dan membenci kematian lebih dari populasi lainnya di dunia. Hal itu jelas menunjukkan tekad kuat Israel untuk melestarikan keberadaannya.
Kembali lagi soal melesetnya ramalan Bassam Jarar terkait kejatuhan Israel tahun 2022, membuat penasaran publik. Saat ditanyakan, Jarar menyatakan bahwa penelitian sejak tahun 1992 meningkatkan ekspektasinya dengan tingkat validitas lebih dari 95 persen. Ia juga mengingatkan tentang kejatuhan Uni Soviet setelah 11 tahun di Afghanistan, menyoroti perubahan global seperti kemerosotan Amerika dan kerapuhan Israel di tingkat masyarakat dan geopolitik.
Bassam Jarar menekankan bahwa Israel tidak lagi memiliki kepentingan bagi Barat dan berada dalam kondisi internasional dan regional yang memudar. Melihat respon Jarar terkait kejatuhan Israel, maka dapat kita fahami bahwa ia melihat tanda-tanda hubungan berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi kondisi internal Israel yang akan melemah mengikutinya. Respon tersebut mengindikasikan penafian kejatuhan Israel sebagai entitas yang mutlak terhapus dalam peta dunia sepenuhnya.
Pesan hikmahnya ternyata banyak, melihat prediksi kejatuhan sebuah bangsa, kita dapat memperhatikan bahwa; Pertama, mengingatkan kita akan keterbatasan pemahaman manusia terhadap kompleksitas dunia. Kedua, terdapat banyak aspek yang tidak dapat diprediksi (faktor pengaruh luar) seperti pengaruh Amerika dan perubahan geopolitik global dalam masalah ini menambah variabel amatan dalam memodeling kejatuhan Israel ini. Ketiga, mengingatkan kita akan pentingnya kewaspadaan terhadap kondisi yang mungkin mengarah pada perubahan tertentu (risiko yang lebih tinggi di masa depan) yang menjadi jalan panjang menuju kehancuran.
Mencermati hal tersebut, maka dapat kita pahami bahwa kejatuhan Israel tidak dapat dilakukan hanya dengan menimbang faktor tunggal. Tahun 2022 sebagai kata kunci, memiliki berbagai makna sejauh ini.
Pertama, Ahmed Ghuneim, pemimpin gerakan Fatah di Jerusalem sebagaimana laman Arab News, awal Januari 2023, mengatakan kejadian paling positif di tahun 2022 adalah munculnya generasi baru pejuang perlawanan Palestina yang diwakili oleh kelompok Sarang Singa di Nablus dan brigade serupa di Jenin, Balata, dan kawasa lainnya. Menandakan lawan politik Israel semakin maju, berpengalaman dan semakin kuat.
Kedua, terjadinya perang antara Rusia dengan Ukraina (yang dibantu NATO dan Amerika Serikat sebagai sponsor utama) yang menguras energinya lebih besar dari sebelumnya. Bantuan terhadap front Eropa tentu saja akan mengurangi tingkat bantuan terhadap Israel.
Ketiga, angka riil di tahun 2022 berbicara, di mana Israel sedang dalam kondisi memprihatinkan dalam berbagai aspek serta setali tiga uang dengan kebijakan politik Israel membahayakan bagi diri mereka sendiri.
Terlepas dari semua itu, keyakinan kita tentang prediksi kejatuhan sebuah bangsa sebagaimana informasi dari Al Qur’an tidak dinisbatkan secara mutlak pada suatu kaum [bangsa] tertentu, melainkan dinisbatkan pada perilaku yang dapat dicermati semisal; arogan, penindasan, tiran dan bentuk perbuatan penyimpangan lainnya. “Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al Isra : 81).
Istimewa sekali bahwa masalah waktu tidak menjadi acuan dalam proses ini. Dengan dasar itu kita dapat membaca arah kecenderungannya, hingga semakin yakin bahwa entitas apapun yang keluar dari orbit kebenaran pada akhirnya akan mengalami kehancuran, baik cepat ataupun lambat. Wallahu a’lam bi as shawab
