Sebuah Renungan dari Jejak yang Tertinggal

Sebuah Renungan dari Jejak yang Tertinggal

MUI-BOGOR.ORG – Ada banyak jejak yang terserak di sekitar kita, mula dari jejak siput di tanah basah, jejak kaki di pasir pantai, hingga jejak digital di dunia maya. Semua memiliki satu kesamaan, mereka memiliki ciri khas yang tersamar. Bahkan teknologi paling canggih sekalipun sebagaimana teraplikasi pada pesawat siluman atau kapal selam tersenyap meninggalkan jejaknya. Anehnya, meski teknologi canggih ini berbanding lurus dengan kemampuan manusia untuk berusaha melepaskan diri dari pengawasan, tetap saja tidak mampu menghilangkan jejak sepenuhnya. Manusia sebagai salah satu makhluk canggih di semesta, berkat kecerdasannya mampu untuk memanipulasi jejak perbuatannya, namun tetap saja tidak mampu menghilangkan tanda di dunia, bahkan juga meninggalkan rekam catatan di akhirat. Menjadi pengingat bagi siapa saja akan sebuah pertanggungjawaban atas apa yang dilakukannya tanpa dilebihkan atau dikurangi sedikitpun.

Kita lihat aktivitas dunia maya sebagai contoh, baik disadari maupun tidak, menghasilkan jejak yang tercatat. Bahkan tidak sampai disitu, jejak tersebut juga dapat diakses oleh berbagai pihak berkepentingan. Aktivitas seperti unggahan media sosial, pesan surel, riwayat pencarian, hingga transaksi bank digital semua meninggalkan rekam jejak. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Nicholas Negroponte pada 1996 dalam bukunya Being Digital, yang menyebutnya sebagai “jejak siput” (snug trail). Tim O’Reilly kemudian memperkenalkan istilah “data sisa” (data exhaust), yang merujuk pada informasi yang tertinggal setelah seseorang menjelajah internet. Konon, “data sisa” inilah yang menginspirasi diciptakannya teknologi tingkat tinggi untuk mendeteksi keberadaan pesawat stealth atau kapal selam yang paling senyap sekalipun.

Jika teknologi manusia dapat menelusuri jejak sekecil apa pun, bagaimana dengan pengawasan Allah yang Maha Mengetahui? Dalam Islam, konsep jejak yang ditinggalkan apapun atau siapapun ini memiliki makna spiritual yang lebih dalam. Al Qur’an telah menegaskan bahwa semua perbuatan manusia, baik besar maupun kecil, sengaja ataupun tidak, akan dicatat hingga diperlihatkan di hari kiamat untuk dipertanggungjawabkan. “Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang-orang yang berdosa ketakutan terhadap apa yang tertulis di dalamnya, dan mereka berkata, ‘Betapa celaka kami! Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan (mencatat) yang kecil dan yang besar, melainkan semuanya tercatat!’ ” (QS. Al Kahfi : 49). Sebagaimana jejak digital yang tak terhapus, amal baik dan buruk pun tidak terlepas dari pengawasan Allah SWT. Manusia mungkin dapat memainkan peran manipulatornya untuk bisa menghilangkan jejak sehingga dapat lepas dari jerat hukum di dunia, tetapi rekam jejak akhirat tidak absen bertugas melalui kinerja malaikat pencatat di sisi kanan dan kiri setiap insan (Lihat QS. Qaf : 17).

Teknologi terus berkembang untuk menelusuri apa yang sebelumnya dianggap tak terlihat, termasuk dalam bidang militer. Kapal selam siluman, yang dirancang agar tidak terdeteksi, tetap meninggalkan jejak, baik dalam bentuk gelombang turbulensi maupun gangguan medan magnet bumi. Perkembangan terbaru soal penjejakan kapal selam siluman sebagaimana dilaporkan South China Morning Post (07/02/25) telah berhasil dilakukan para peneliti di universitas Politeknik Barat Laut (NPU) di Xian, China di bawah pimpinan Prof. Assc. Wang Honlei. Melalui pemodelan jejak Kelvin, gangguan permukaan berbentuk V yang dihasilkan oleh kapal selam saat mereka menerobos air. Jejak yang sebelumnya dipelajari untuk deteksi citra berbasis radar, menghasilkan medan magnet yang samar tetapi dapat dideteksi ketika ion air laut yang terganggu oleh gerakan kapal berinteraksi dengan medan geomagnetik Bumi. Inilah cara kerja penjejakan kapal selam siluman paling canggih sejauh ini.

Analogi ini mengingatkan kita pada sifat dosa yang tersembunyi, sebagaimana gerakan kapal selam senyap yang tak terdeteksi. Manusia sering merasa bahwa kesalahan yang dilakukan dalam diam tidak akan diketahui, tetapi pada akhirnya jejak yang ditinggalkan akan tetap terlihat dari perilaku yang ditunjukkannya. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist, “Seorang sahabat bertanya pada Nabi saw tentang amal kebajikan. Nabi saw menjawab, “tanyakan nuranimu. Kebajikan itu perbuatan yang menenangkan jiwamu dan menentramkan hati nuranimu. Sedangkan dosa ialah perbuatan yang menggoncangkan jiwamu serta membuat ragu hati nuranimu.” (HR. Ahmad). Dengan demikian, ketidaktenangan (ciri fisik) menggambarkan kondisi goncangan jiwa (ciri psikis). Sebagaimana kapal selam yang tetap bisa ditemukan meski berusaha menyembunyikan dirinya, dosa (baca: kejahatan) pun akan terbongkar di depan manusia, lebih-lebih di hadapan Allah SWT.

Jika teknologi buatan manusia bisa melacak jejak sekecil apa pun, bagaimana dengan pengawasan Allah yang Maha Mengetahui segalanya? Manusia sering menganggap dosa kecil yang tersembunyi akan terlupakan, tetapi dalam Islam, semua perbuatan pada akhirnya akan diperlihatkan di akhirat (QS. Az Zalzalah : 6-8). Sebagaimana teknologi modern dapat menelusuri jejak sekecil apa pun, tidak ada satu pun amal manusia yang terlewat dari pengawasanNya, sekalipun niat yang paling tersembunyi.

Keberhasilan demi keberhasilan untuk menjejak sisa-sisa sebuah gerak atau perilaku apa saja sebagaimana terlihat pada perkembangan teknologi terkini semakin menunjukkan tiada yang dapat meluputkan sesuatupun untuk diketahui. Termasuk dosa yang paling tersembunyi jauh dibalik alibi ataupun rekayasa purwarupa. Kesadaran akan jejak yang ditinggalkan ini seharusnya dapat membawa kita untuk selalu menjaga amal dan menjauhi perbuatan dosa menuju pada perilaku keseharian yang bertanggung jawab. Semoga. Wallahu a’lam bish shawab

Dr. M. Taufik Hidayatulloh, M.Si
Penulis: Dr. M. Taufik Hidayatullah, M.Si (Sekretaris Komisi Litbang MUI Kabupaten Bogor/Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)