Baju, Nasib Peruntungan dan Pelajaran dari Al Qur’an

Baju, Nasib Peruntungan dan Pelajaran dari Al Qur’an

MUI-BOGOR.ORG – Jika ada yang mengatakan, “Pakaian yang Anda kenakan menentukan siapa Anda,” selayaknya memang perlu dipikirkan kalimat itu dengan baik. Kalimat ini mungkin tampak sederhana, tetapi di baliknya terdapat makna mendalam tentang bagaimana busana memengaruhi nasib dan peruntungan. Anda bisa sedih, ceria, atau bersemangat akibat warna baju yang Anda kenakan (Amekplenu. 2024). Selanjutnya pengaruh terhadap orang lain yang melihat, mereka yang melihat warna pakaian yang Anda kenakan juga terpengaruh mood tertentu (Johnson. et. all. 2008, Moody. et. all. 2010).

Pakaian juga ternyata berpengaruh terhadap hubungan interpersonal, bahkan memengaruhi respons emosional mereka, utamanya dalam penciptaan makna tertentu (Netto and Ferreira. 2023). Dengan kata lain, secara ilmiah, warna pakaian memiliki pengaruh signifikan, baik pada diri sendiri maupun orang lain di sekitar kita. Lebih dari itu, dalam tradisi Islam, pakaian memiliki makna simbolis yang mencerminkan pengalaman hidup dan nilai spiritual, sebagaimana terlihat dalam kisah Nabi Yusuf AS sebagaimana diceritakan Al Qur’an.

Warna pakaian tidak hanya memengaruhi orang di sekitar kita, tetapi juga memiliki dampak menentukan pada diri kita sendiri. Misalnya, warna tertentu dapat merangsang pelepasan dopamine, neurotransmitter yang bertanggung jawab atas perasaan bahagia dan termotivasi (Arthur. 2023). Tren seperti dopamine dressing, (tren berpakaian yang bertujuan untuk meningkatkan suasana hati) yang kini populer di platform media sosial seperti TikTok, menunjukkan bagaimana pilihan warna pakaian dapat memengaruhi mood dan tujuan seseorang. Misalnya, mengenakan warna cerah seperti kuning dapat meningkatkan semangat, sementara warna biru sering diasosiasikan dengan ketenangan dan kepercayaan diri. Di sinilah kemudian nasib dan peruntungan dapat berubah. Warna dengan mudah mempengaruhi perasaan dan energi setiap orang. Dengan pilihan warna yang tepat, maka tujuan seseorang untuk melakukan sesuatu akan dipermudah.

Pengaruh pakaian tidak hanya terbatas pada lapangan psikologi dan hubungan sosial, tetapi juga memiliki dimensi simbolisme, seperti yang tercermin dalam kisah Nabi Yusuf AS. Dalam Surat Yusuf, terdapat tiga momen penting yang melibatkan qamish (baju), masing-masing membawa makna tersendiri. Baju pertama menyelamatkan Nabi Ya’kub AS dari kebohongan saudara-saudara Nabi Yusuf AS, dengan adanya baju tersebut, Nabi Ya’kub AS sadar bahwa mereka berbohong. Baju kebohongan ini merupakan sebuah baju yang dibawa oleh saudara Nabi Yusuf AS yang dilumuri darah, bukanlah dari darah serigala.

Namun, baju ini juga menjadi bukti awal kebijaksanaan Nabi Ya’qub dalam memahami kebenaran. Baju kedua menyelamatkan Nabi Yusuf AS dari fitnah dan jebakan Zulaikha. Baju ini dikenal dengan baju kesaksian. Ketika Nabi Yusuf AS difitnah melakukan kemaksiatan, maka baju tersebut menjadi saksi karena robek dari bagian belakang yang menunjukan akan besarnya fitnah perempuan. Menjadi bukti integritasnya, sekaligus simbol kesabaran dalam menghadapi ujian moral. Sedangkan, Baju ketiga menyelamatkan Nabi Ya’kub AS dari kebutaannya. Baju ini pun kemudian dikenal dengan baju kebahagiaan. Menjadi simbol pemulihan, kebahagiaan, dan buah dari kesabaran panjang.

Beberapa ahli tafsir menjelaskan bahwa setiap baju dalam kisah ini memiliki peran penting dalam membangun alur cerita. Kata qamish (baju) dalam Surat Yusuf laksana pondasi-pondasi dan pilar penopang dalam kisah Nabi Yusuf AS. Setiap baju istimewanya memiliki peran masing-masing dalam pembangunan alur cerita. Dengan kata lain, baju-baju ini tidak hanya sekadar benda fisik, tetapi juga metafora untuk tahapan kehidupan Nabi Yusuf AS—mulai dari kesedihan, perjuangan moral, hingga kebahagiaan.

Ini adalah salah satu bukti betapa Indahnya Al Qur’an, bahkan dalam sisi peletakan katanya. Al Qur’an tidak pernah serampangan dalam memilih dan meletakkan kata, semua punya alasan yang jelas. Keindahan Al Qur’an juga terlihat dari bagaimana kata qamish ditempatkan pada titik-titik tertentu dalam Surat Yusuf. Setiap penyebutan baju mencerminkan fase kehidupan Nabi Yusuf AS, sekaligus menggambarkan keselarasan antara simbolisme dan perjalanan hidup. Sebagaimana penjahit yang selalu memperbarui ukuran baju sesuai dengan ukuran seseorang, begitu juga makna baju-baju tersebut dapat disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan dalam perjalanan hidup Nabi Yusuf AS. Maka sangatlah tepat bila keseluruhan kisah dalam surat ini ditahbiskan sebagai ahsan al qashash (kisah terbaik) karena mengandung banyak pelajaran, tuntunan, dan hikmah. 

Pada akhirnya, pakaian, baik dari segi warna maupun simbolisme, lebih dari benda material semata. Secara psikologis, warna pakaian dapat memengaruhi suasana hati maupun keberuntungan. Sementara secara spiritual, pakaian dapat mencerminkan nilai moral, dan kebijaksanaan. Dengan memahami kedua dimensi ini, kita dapat lebih bijaksana dalam memilih pakaian yang bukan hanya melengkapi penampilan, tetapi juga memperkuat prinsip nilai yang kita bawa dalam hidup keseharian. (*)

Penulis: Dr. M. Taufik Hidayatullah, M.Si (Sekretaris Komisi Litbang MUI Kabupaten Bogor/Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)