MUI-BOGOR.ORG – Khazanah intelektual ulama Nusantara menyimpan kekayaan yang tak ternilai. Kekayaan warisan intelektual ini dikaji secara mendalam melalui Stadium General Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI Kabupaten Bogor, Sabtu, 27 September 2025, di Wisma Dharmais, Sukaraja, Kabupaten Bogor.
Melalui lensa sejarah dan tradisi keilmuan, Filolog Muslim, Dr. Ginanjar Sya’ban, mengajak para peserta PKU 19 menelusuri “sanad dan jaringan ulama Bogor,” sebuah jejaring yang membentang luas, menghubungkan Bogor tak hanya dengan daerah-daerah lain seperti Banten dan Cianjur, tetapi juga langsung tersambung ke pusat spiritual dan intelektual dunia: Makkah Al-Mukarramah. Kajian ini bukan sekadar napak tilas, melainkan sebuah penegasan akan kekuatan dan kemegahan warisan keilmuan yang patut dibanggakan dan dijaga.
Stadium General yang dibawakan oleh Dr. Ginanjar Sya’ban menjadi pengingat yang kuat tentang betapa kokohnya fondasi keilmuan yang dimiliki oleh para ulama terdahulu. Ia secara gamblang memaparkan bagaimana sanad keilmuan ulama Bogor tidak berdiri sendiri. “Mereka terajut dalam jaringan intelektual lintas Nusantara, saling menguatkan, dari tradisi keilmuan Priangan seperti Cianjur hingga Banten,” katanya.
Puncak dari koneksi ini adalah terhubungnya mata rantai keilmuan ulama di Bogor hingga ke Haramain (Makkah dan Madinah), menunjukkan bahwa ulama kita bukan sekadar figur lokal, melainkan bagian dari tradisi keilmuan kosmopolitan dunia.
Salah satu kisah yang paling menarik dan memperkuat tesis ini adalah silsilah keilmuan Syeikh Nawawi Al-Bantani. Ulama asal Banten yang dijuluki “Sayyid Ulama Hijaz” oleh orang Mesir —gelar kehormatan karena produktivitas karyanya yang melebihi 100 kitab saat mengajar di Mekah, bahkan menjadi imam Masjidil Haram— ternyata memiliki ikatan sanad dengan Bogor. Beliau merupakan murid dari salah satu ulama Bogor, Syeikh Yusuf, yang makamnya kini berada di Purwakarta. “Syeikh Nawawi bahkan tercatat sebagai ulama Nusantara pertama yang menulis kitab menggunakan bahasa Arab asli,” ujar Dr. Ginanjar.
Lebih jauh, Dr. Ginanjar Sya’ban juga menyingkap sisi kemanusiaan Syeikh Nawawi. Berdasarkan kesaksian orang sezamannya, seperti Raden Abu Bakar Djayadiningrat dan Christiaan Snouck Hurgronje, Syeikh Nawawi dikenal karena akhlak dan perangai mulianya serta kehidupan yang sangat sederhana. Ia juga menceritakan sanad keilmuan ulama sentral di Empang Bogor, Syeikh Muhammad Thahir, dan banyak lagi silsilah ulama yang rantai keilmuannya saling terkoneksi.
Inti dari kajian diskusi ni adalah sebuah penegasan dan anjuran bagi para kader PKU, bahwa mengkaji jaringan sanad keilmuan ini adalah cara agar jaringan intelektual tidak terputus. Jika terputus, kita berisiko menjadi generasi penerus yang berdosa pada sejarah.
“Tujuan mengkaji sanad ini adalah agar perspektif keilmuan menjadi luas dan tidak sempit. Kita harus menyadari bahwa keilmuan Nusantara tidak terbelakang, melainkan mewarisi tradisi yang kosmopolitan, yang saling terkoneksi antara Bogor, Sunda, Nusantara secara umum, dan bahkan dengan Haramain,” pungkasnya.
Di akhir kajian, Dr. Ginanjar menganjurkan para peserta untuk menuliskan semua nama ulama yang disebutkan silsilahnya, dan secara khusus mengirimkan surat Al-Fatihah untuk mereka. Harapannya, melalui doa dan penghormatan ini, keberkahan ilmu dapat mengalir, dan keilmuan para peserta PKU pun turut tersambung dalam rantai emas tersebut.
Penulis: Siti Nurmilah
Editor: Faisal
Sebelumnya:
Masa Tunggu Haji Disamaratakan Jadi 26 TahunBerikutnya:
Mengulas Isra’iliyyat dalam Penafsiran Al-Qur’an