Mahasiswa PKU XVII Dibekali Metode Segitiga Sabilurrahim

Mahasiswa PKU XVII Dibekali Metode Segitiga Sabilurrahim

Cibinong (23/8/2023) – Pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrahim Mekarsari Cileungsi KH. Cep Herry Syarifudin membagikan metode inovatifnya kepada mahasiswa/I PKU angkatan XVII MUI Kabupaten Bogor. Dalam pertemuan yang berlangsung selama dua sesi, ia memperkenalkan Metode Segitiga Sabilurrahim yang memungkinkan para peserta mampu membaca kitab kuning dengan cepat dan efektif, yang hanya menghabiskan waktu lima jam, bahkan bisa menjadi hanya tiga jam.

“Salah satu keunggulan metode Segitiga Sabilurrahim ini adalah penggabungan otak kanan dan otak kiri dalam proses belajar. Dengan adanya elemen hiburan berupa lagu-lagu sebagai ringkasan materi, para peserta tidak hanya terhindar dari kebosanan, tetapi juga tetap semangat dan fokus. Metode ini tidak hanya membantu peserta untuk memahami isi kitab kuning dengan lebih baik, tetapi juga mempercepat proses pencarian makna dalam kamus,” ujar Kyai Cep Herry saat ditemui di Wisma Dharmais, Sukaraja, Sabtu (19/8) lalu.

Metode pencarian makna dalam kamus yang diajarkan oleh Kyai Cep Herry terdiri dari empat langkah sederhana, yakni menghilangkan penambah, mencari tiga huruf pokok, mencari wazan yang mirip, dan mencari sighot atau format kata. Ini adalah alat yang sangat berguna bagi para peserta yang seringkali dihadapkan pada kata-kata yang tidak mereka kenal dalam kitab kuning.

KH. Cep Herry Syarifudin saat menjelaskan Metode Segitiga Sabilurrahim kepada Mahasiswa PKU XVII di Wisma Dharmais Sukaraja, Sabtu (19/8)

Alumni Pondok Pesantren Cipasung ini mengembangkan metodenya sejak tahun 1996 setelah melihat seorang teman yang sudah khatam kitab alfiyah namun masih kesulitan dalam membaca kitab. Dengan tekun, ia menciptakan metode yang disebut “cara cepat baca kitab kuning, sistem 30 jam”.

Metode ini diterima dengan baik oleh Pimpinan Pesantren Cipasung, KH. Muhammad Ilyas Rohiat, yang memberikan rekomendasi dan dukungan atas temuannya itu. Seiring waktu, metode ini telah mengalami perubahan signifikan. Awalnya berlangsung selama 30 jam, metode ini kemudian diringkas menjadi 17 jam setelah Kyai Cep Herry mengajarkannya kepada karyawan Universitas Indonesia (UI). Karyawan UI memberikan masukan berharga untuk menyusun metode ini agar lebih sistematis.

Selanjutnya, metode ini berhasil diringkas menjadi hanya lima jam. Sejak Oktober 2019, metode lima jam ini telah menyebar di delapan belas Kabupaten dan Kota serta 5 Provinsi, diantaranya Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Tengah. Sekitar 50 pesantren telah menggunakan metode Segitiga Sabilurrahim dalam pembelajaran kitab kuning.

Kyai Cep Herry berharap bahwa metodenya akan menjadi pedoman bagi para peserta PKU untuk meningkatkan pemahaman mereka dalam membaca kitab kuning.

“Saya berharap agar para peserta PKU XVII mengembangkannya lebih lanjut. Ia yakin bahwa upaya untuk mempermudah pemahaman ilmu akan memudahkan umat dalam memahami pesan-pesan Nabi yang menekankan untuk memudahkan, bukan mempersulit. Ia juga berharap para peserta PKU XVII dapat terus membangun ilmu mereka, dan ia mendoakan agar mereka semua dapat mencapai tingkat kealiman yang lebih tinggi,” pungkasnya. (ed.fw)