Menyalakan Api Perubahan di Bogor Timur: Tritangtu PKU dan Spirit PAX-MUI-NA

Menyalakan Api Perubahan di Bogor Timur: Tritangtu PKU dan Spirit PAX-MUI-NA Silaturahmi Alumni PKU Korwil Bogor Timur

MUI-BOGOR.ORG, Cileungsi — Di halaman Pondok Pesantren Arrusyda Cileungsi, Sabtu sore (24/5), angin segar terasa menyapu wajah para alumni Pendidikan Kader Ulama (PKU) Korwil Bogor Timur. Raut wajah mereka menyiratkan semangat yang tak sekadar datang untuk bersilaturahmi, tapi juga untuk memupuk kesadaran, memperbarui ilmu, dan mengasah komitmen pengabdian.

Di sinilah Lembaga Pengkajian Keagamaan dan Pemberdayaan Umat (LPKPU) MUI Kabupaten Bogor memfasilitasi temu inspiratif yang mempertemukan kader-kader ulama muda dari Cariu, Cileungsi, Gunung Putri, Sukamakmur, Tanjungsari, Jonggol, hingga Klapanunggal. Acara ini bukan sekadar reuni. Ia menjadi ruang refleksi dan penguatan ruhul jihad keulamaan.

Dalam sesi yang penuh makna, H. Irfan Awaludin, M.Si., Sekretaris Umum MUI Kabupaten Bogor, membuka materi dengan menggambarkan pentingnya tritangtu PKU: kesadaran, ilmu, dan tindakan.

H. Irfan Awaludin, M.Si., Sekretaris Umum MUI Kabupaten Bogor, saat menyampaikan materi. Foto: Istimewa

Gus Irfan mengutip Jose Ortega Gasset yang menyebut dunia ini memerlukan the select man, segelintir orang tercerahkan yang tak sekadar menata dirinya, tapi juga menjadi motor perubahan bagi masyarakat. Menurutnya, kader ulama PKU punya potensi besar sebagai creative minority—minoritas kreatif yang membawa dampak besar.

“Apa artinya orang terdidik jika hanya diam? Kita butuh mereka yang bergerak, yang rela berpeluh untuk perubahan yang lebih besar dari dirinya sendiri,” tegas Irfan.

Ia mengingatkan bahwa banyak di antara kita yang terjebak sebagai mass-man, kelompok besar yang hanya sibuk pada urusan pribadi. Padahal, untuk benar-benar menjadi aktor perubahan, diperlukan kombinasi keterdidikan, kerja nyata, dan kesadaran tinggi.

“Kalau hanya terdidik dan aktif, tapi kesadarannya rendah, akhirnya hanya jadi pencari suara. Setelah suara didapat, mereka raib dari peredaran,” tambahnya.

Ia bahkan menyarankan para alumni PKU untuk membaca riset David R. Hawkins tentang Map of Consciousness—peta kesadaran yang menunjukkan bahwa apa yang kita lihat di luar hanyalah proyeksi kesadaran diri. Dunia bisa terasa menakutkan atau menyenangkan, tergantung bagaimana kita memandangnya.

Di titik inilah, ia menekankan, peran kader ulama menjadi penting. Mereka adalah pewaris tugas profetik untuk menjadi syahidan, mubassyiran, nadziran, da’iyan ilallah, dan sirojan muniran sebagaimana disebut dalam Al-Ahzab 45–46. Dengan memadukan kesadaran, ilmu, dan aksi nyata, para alumni PKU diharapkan dapat memimpin masyarakat dari mental inlander menuju highlander, dari inferioritas menuju superioritas.

Ahmad Zulfiqor, MA., Ketua LPKPU MUI Kabupaten Bogor, saat menyampaikan materi kedua. Foto: Istimewa

Sementara itu, paparan berikutnya datang dari Ahmad Zulfiqor, MA., Ketua LPKPU MUI Kabupaten Bogor, yang mengajak para alumni PKU untuk menelusuri dua dekade kepemimpinan karismatik Prof. Dr. KH. Ahmad Mukri Aji di MUI Kabupaten Bogor.

Mengacu pada istilah Pax Romana—era kedamaian dan kemajuan di zaman Kekaisaran Romawi—Zulfiqor menyebutnya sebagai PAX MUI-NA, menandai fase kedamaian, stabilitas, dan inovasi keulamaan yang telah terjaga selama dua puluh tahun terakhir.

Ia memetakan tiga pilar kepemimpinan Prof. KH. Mukri Aji, yaitu: Keulamaan, Akademisi, dan Aktivis Sosial. “Beliau adalah pemimpin hybrid—kolaboratif, moderat, adaptif,” ujar Zulfiqor.

Tak hanya membina umat, MUI di era Prof. KH. Mukri Aji juga berperan sebagai mitra strategis pemerintah. Dari penyegelan tempat hiburan ilegal, penyelesaian kasus aliran sesat, rehabilitasi napiter (narapidana terorisme), hingga advokasi kebijakan publik berbasis syariah.

Namun, Zulfiqor mengingatkan, setiap kejayaan dalam sejarah pasti menghadapi ujian, sebagaimana siklus peradaban Ibn Khaldun: lahir, berkembang, jaya, stagnan, lalu dekaden. “Bahaya stagnasi dan dekadensi pasca pemimpin karismatik itu nyata,” tegasnya.

Karena itu, peran alumni PKU sebagai pewaris nilai menjadi sangat strategis. Zulfiqor menekankan, PAX MUI-NA harus hidup sebagai gerakan, bukan kenangan. Ini bukan hanya soal melanjutkan struktur, tapi juga menjaga ruh, narasi, dan paradigma MUI Kabupaten Bogor. (ed.fw)