MUI-BOGOR.ORG, Cibinong – Siang itu langit Cibinong tampak mendung, rintik hujan mulai turun, cuacapun mulai terasa sedikit lembab, tapi suasana di Gedung Utama MUI Kabupaten Bogor justru memanas. Di ruang rapat utama yang terletak di lantai dua itu, para alumni Pendidikan Kader Ulama (PKU) yang tergabung dalam Majma’ Tashwir al-Masail (MTM) — tim khusus bentukan MUI Kabupaten Bogor yang rutin mengkaji persoalan-persoalan agama kekinian — berkumpul untuk membahas satu isu yang cukup seksi dan menggelitik, yaitu soal investasi saham.
Forum MTM yang dilaksanakan pada Minggu, 25 Mei 2025 ini dipandu langsung oleh seorang ulama muda asli Madura sebagai Koordinator MTM jebolan IIUM Malaysia, Dr. Abdul Wafi Muhaimin, M.IRKH., forum ini menjadi magnet yang menarik perhatian para ulama muda dan praktisi yang sehari-hari berkecimpung dalam dunia turats dan ekonomi syariah.
Sejak pukul 14.00, suasana diskusi terasa hidup, bahkan cenderung memanas, karena tema yang diangkat bukan hanya sekadar wacana, ini menyangkut uang, halal-haram, dan kepercayaan umat Islam dalam berinvestasi saham, sehingga terjadi saling adu argumentasi antara kelompok yang pro dan kontra.

“Topik saham ini gak bisa hanya dilihat hitam-putih,” kata Dede Maryadi, salah satu peserta MTM alumni PKU angkatan XVIII, yang memaparkan gambaran teoretis soal saham. Sementara itu, dua praktisi yang turut hadir, yaitu Dr. Taufik Hidayatullah sebagai sekretaris Komisi Litbang MUI Kabupaten Bogor dan Alfisa Triatmoko seorang pengusaha muda alumni PKU Angkatan X, berbagi pengalaman langsung sebagai pelaku bursa saham. “Kadang teori di buku itu satu hal, realitas di lapangan itu lain lagi,” celetuk Kang Alfis sambil tersenyum.
Diskusi pun semakin menarik dan mengalir deras. Satu per satu istilah akad syariah menjadi bahan diskusi dalam forum, seperti mudharabah, musyarakah, bahkan mudharabah musytarakah. Lalu muncul satu pertanyaan kunci, yang menjadi bahan perdebatan: investor ini siapa? Pemodal kecil yang hanya menyetor uang, atau raksasa yang punya suara di ruang kebijakan?
Forum MTM akhirnya mengerucut pada satu kesepahaman sementara:
- Jika pemodalnya kecil, yang hanya menyerahkan dana tanpa ikut campur kebijakan, maka akadnya cenderung mudharabah (bagi hasil antara pemodal dan pengelola).
- Jika pemodalnya besar, yang punya wewenang menentukan arah perusahaan, akadnya bisa musyarakah atau lebih tepatnya mudharabah musytarakah (karena dia berperan ganda: pemodal sekaligus pengelola).
Namun sayangnya, forum MTM sementara berhenti di sini. Sebab, setelah akad diidentifikasi, masih ada persoalan besar, yaitu menguji apakah praktik di lapangan benar-benar sesuai dengan standar syariah. Belum lagi harus dicek juga apa jenis usaha yang dijalankan perusahaan itu? Apakah halal menurut syariat, atau justru bergerak di bidang yang dilarang atau diharamkan?
Selama hampir tiga jam lebih, ruang rapat MUI Kabupaten Bogor penuh dengan perdebatan serius, diselingi gelak tawa ringan sesekali, ketika para peserta mencoba mencairkan suasana. Namun, karena sudah masuk waktu shalat Ashar, diskusipun harus dihentikan sementara.
Kesimpulan finalnya? Belum ada. Forum MTM kemudian sepakat bahwa pembahasan akan dilanjutkan secara virtual, karena masalah ini terlalu besar untuk dituntaskan dalam satu pertemuan saja. “Yang penting, kita jangan buru-buru memvonis. Masyarakat butuh jawaban yang matang, bukan asal jawab,” ujar Dr. Abdul Wafi sebelum menutup forum sore itu. Jelas, perdebatan soal halal-haram investasi saham belum selesai. Dan masyarakat pun menanti, apa fatwa final yang akan dikeluarkan dari para ulama muda di Kabupaten Bogor ini? (ed.fw)