Cibinong – Majelis ulama Indonesia (MUI) kabupaten Bogor menyayangkan ucapan Menteri Agama yang menuai polemik di masyarakat.
“Mestinya, Menag mengupamakan dengan diksi lain yang lebih bisa diterima oleh masyarakat agar tidak menuai polemik di masyarakat,” kata ketua MUI Kabupaten Bogor, KH Ahmad Mukri Aji, Jumat (25/2).
Menurutnya, momen itu bisa dijadikan sebagai bahan untuk memecah belah umat beragama, khususnya umat Islam.
“Kita jangan terprovokasi, banyak golongan yang ingin kita terpecah belah. Jangan mudah terpancing,” pintanya.
Padahal, kata dia, ada yang lebih penting yang mestinya diperhatikan terkait pelaksanaan aturan surat edaran Nomor 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
KH. Ahmad Mukri Aji memberi catatan agar dalam pelaksanaan SE Menag ini mempertimbangkan aspek sosial dan aspek geografis wilayah setempat.
“Harus mempertimbangkan aspek sosial, karena bagaimanapun aturan yang dibuat oleh pemerintah harus berdasarkan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Kalau di wilayah setempat itu disepakati penggunaan pengeras suara masjid oleh semua elemen masyarakat, kan sah-sah saja.”
Bukan hanya aspek sosial, aspek geografis juga harus dipertimbangkan. “Karena di kampung, yang jarak antar rumahnya berjauhan, mereka justru berpatokan kepada suara dari masjid, para petani yang di sawah juga menjadikan suara dari masjid sebagai acuan kapan dia harus istirahat dan pulang ke rumah,” sambungnya.
Beda soal kalau di perkotaan yang didiami oleh masyarakat yang heterogen. KH. Ahmad Mukri Aji mengatakan “SE Menag ini bisa jadi acuan agar semua bisa menghormati hak dan kewajiban masing-masing orang.”
Ia juga menyebut, peraturan pedoman penggunaan pengeras suara ini juga merupakan hasil ijtima ulama Komisi Fatwa MUI Pusat yang ke tujuh tahun 2021 lalu.
“Insya Allah tujuannya untuk kebaikan bersama,” Pungkasnya.