MUI-BOGOR.ORG – Musyawarah Nasional (Munas) XI Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang digelar di Krakatau Ballroom Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, resmi dibuka oleh Menteri Agama RI Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, Kamis (20/11/2025).
Dalam sambutannya, Ketua Umum MUI KH. Anwar Iskandar menegaskan pentingnya peran ulama dalam membangun kemandirian bangsa dan kesejahteraan rakyat. Ia menekankan bahwa tema Munas XI ini “Meneguhkan Peran Ulama dalam Kemandirian Bangsa dan Kesejahteraan Rakyat adalah agenda besar yang harus diwujudkan bersama, bukan sekadar slogan.
“Kemandirian bangsa ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau negara. Ulama juga harus memiliki rasa tanggung jawab untuk menjadikan bangsa ini adil, mandiri di bidang politik, ekonomi, budaya, dan dalam segala hal. Ketika itu terwujud, barulah kemerdekaan sejati tercapai,” tegasnya.

Kiai Anwar mengingatkan bahwa kesejahteraan umat tidak akan tercapai tanpa kekuatan ekonomi yang solid. “Allah mewajibkan kita zakat, mewajibkan kita haji. Itu maknanya umat Islam harus kuat secara ekonomi. Mustahil kita bicara kesejahteraan tanpa kekuatan ekonomi,” ujarnya.
Ia mencontohkan perjalanan Rasulullah SAW yang terlebih dahulu ditempa dalam dunia bisnis melalui Sayyidah Khadijah, sebagai isyarat bahwa kekuatan spiritual dan ekonomi harus berjalan beriringan. “Isyarat-isyarat ini harus kita tangkap. MUI harus berada di garda terdepan dalam membangun sinergi antara ulama dan pengusaha muslim,” tambahnya.
Kiai Anwar juga menyampaikan rasa syukur atas kondisi Indonesia yang tetap aman dan damai. Menurutnya, keamanan adalah fondasi kemajuan bangsa, sehingga ulama harus terus bersinergi dengan pemerintah, TNI, Polri, dan seluruh komponen negara untuk menjaga stabilitas nasional.

Di akhir sambutan, ia menyampaikan apresiasi kepada Presiden dan jajaran pemerintah. “Kita bersyukur diberikan seorang presiden yang dalam programnya sangat istiqamah dan konsisten peduli kepada rakyat. Semoga presiden, para menteri, dan seluruh pejabat negara selalu diberi kesehatan dan perlindungan Allah,” ujarnya.
Di saat yang sama, Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, menyampaikan sambutan mewakili Presiden RI. Menag menekankan pentingnya rasa syukur atas kondisi Indonesia yang relatif stabil. Ia mengungkapkan bahwa banyak negara sedang menghadapi krisis berat dari aspek energi, ekonomi, maupun politik.
“Sementara itu, di Indonesia kita menyaksikan berbagai program sosial berjalan, seperti program makanan bergizi gratis, pemeriksaan kesehatan gratis, sekolah rakyat gratis, bantuan perumahan rakyat, hingga koperasi Merah Putih. Stabilitas ekonomi dan politik ini adalah anugerah yang harus terus dijaga,” tuturnya.

Menag menjelaskan konsep umat melalui transformasi masyarakat Arab oleh Rasulullah SAW, dari struktur kesukuan menjadi ummah, komunitas yang diikat cinta, visi, amal, dan kepemimpinan. “Totalitas komunitas itulah yang disebut umat. MUI memiliki tugas penting untuk mentransformasikan ikatan-ikatan lokal atau kedaerahan menjadi satu ikatan kebangsaan dan keumatan yang holistik,” jelasnya.
Menag mengingatkan bahwa otoritas ulama saat ini mudah diuji oleh opini digital. “Ke depan, kita ditantang untuk memperkuat legitimasi moral dan spiritual, baik sebagai individu maupun sebagai organisasi keulamaan seperti MUI,” tegasnya.
Dalam pandangannya, Indonesia sangat mungkin menjadi pusat kepemimpinan Islam dunia di masa depan. “Estafet kepemimpinan dunia Islam mau ke mana lagi kalau tidak ke Indonesia?” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat, Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin, menegaskan relevansi tema Meneguhkan Peran Ulama karena ulama memikul dua amanah besar, yaitu tanggung jawab keumatan (mas’uliyyah ummah) dan tanggung jawab kebangsaan-kenegaraan (mas’uliyyah wathaniyyah). Kedua amanah ini berpijak pada dua mîtsâq: mîtsâq ilâhî dan mîtsâq wathani. “Mîtsâq itu berat. Karena itu ulama tidak boleh melepaskan tanggung jawab kebangsaan,” ujarnya.

Wakil Presiden RI ke-13 tersebut menggambarkan MUI seperti “kereta api” yang berjalan di atas dua rel, yakni Khâdimul Ummah (melayani, menjaga, dan memberdayakan umat), dan Shadîqul Hukumah (menjadi mitra pemerintah). “Di MUI, yang terlalu keras dilunakkan, dan yang terlalu lunak dikeraskan. Semuanya disatukan frekuensinya di dalam MUI, inilah pentingnya memperkuat ukhuwah Islamiyyah, Wathaniyyah, dan Insaniyyah, ” ujarnya.
Kiai Ma’ruf Amin juga menegaskan bahwa kesejahteraan umat adalah kunci kesejahteraan nasional. Dalam relasi ulama dan pemerintah, ia mengutip prinsip Sayyidina Abu Bakar, “Jika aku baik, bantulah aku; jika aku tidak baik, luruskanlah aku.”
Menurutnya, peran MUI terbagi dua, yakni I’ânah (membantu pemerintah dalam hal yang baik), dan Taqwîm (meluruskan secara bijak, berupa tawsiyah, bukan kritik nyinyir). “Tawsiyah adalah nasihat dari orang yang mencintai kepada yang dicintai,” tegasnya.
Ia menyatakan keyakinan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berada di jalur yang benar, terutama dalam menjalankan Pasal 33 UUD 1945 agar kekayaan negara digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. “Jika kekayaan negara hanya berputar pada segelintir orang, berarti kemerdekaan belum menjadi rahmatan lil-indonesiyîn, baru rahmatan lil-segelintirin,” pungkasnya.
Editor: Faisal Wibowo Kontributor: Helmi Hardiansyah
Sebelumnya:
Twibbon Munas XI MUI





