Panitia Zakat Bukan Amil: Pahami Perbedaannya agar Tak Menanggung Dosa

Panitia Zakat Bukan Amil: Pahami Perbedaannya agar Tak Menanggung Dosa Majma' Tashwir al-Masail

MUI-BOGOR.ORG – Setiap bulan suci Ramadan, umat Islam memiliki kewajiban untuk menunaikan zakat fitrah. Zakat ini berfungsi sebagai penyempurna ibadah puasa serta menjadi pendorong agar ibadah Ramadan diterima oleh Allah SWT. Oleh karena itu, pelaksanaannya harus sesuai dengan tuntunan syariat, baik dalam pendistribusian kepada mustahik maupun cara-cara yang dibenarkan.

Fenomena yang sering terjadi di masyarakat adalah pembentukan panitia zakat oleh masjid, mushala, atau madrasah untuk memudahkan para muzakki dalam membayar zakat. Meskipun bertujuan baik, penting bagi panitia zakat untuk memahami peran mereka agar tidak menyalahi aturan dan justru berujung pada dosa.

Berikut ini penjelasan dari Ketua Majma’ Tashwir al-Masail MUI Kabupaten Bogor, Dr. Abdul Wafi Muhaimin, M.IRKH., yang juga Sekretaris Komisi Fatwa MUI Kabupaten Bogor, mengenai perbedaan panitia zakat dan amil zakat.

Perbedaan Panitia Zakat dan Amil Zakat

Dalam fiqih Syafi’i, amil zakat adalah:

من استعمله الإمام على أخذ الصدقات ودفعها لمستحقها

“Individu yang ditugaskan oleh imam [pemerintah] untuk mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.” [Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib: 1/294].

Amil memiliki tugas utama sebagai pengumpul dan penyalur dana zakat yang telah ditentukan mustahiknya. Oleh karena itu, amil harus diangkat secara resmi melalui Surat Keputusan (SK) dari pemerintah.

Sebaliknya, panitia zakat yang tidak memiliki SK resmi dari pemerintah bukanlah amil, melainkan hanya bertindak sebagai wakil dari muzakki. Konsekuensi hukumnya, zakat yang disalurkan melalui panitia zakat belum gugur hingga benar-benar diterima oleh mustahik. Jika panitia gagal mendistribusikan dengan benar atau menyelewengkan dana zakat, maka muzakki harus mengeluarkan zakatnya kembali.

Konsekuensi Hukum bagi Panitia Zakat

  1. Batas Waktu Pendistribusian

Zakat yang diserahkan kepada panitia zakat harus disalurkan kepada mustahik sebelum matahari terbenam pada 1 Syawal. Jika melebihi batas waktu tersebut, maka hukumnya haram dan muzakki tetap berkewajiban membayar zakat.

Berbeda dengan amil yang memiliki SK resmi, mereka bisa mendistribusikan zakat kapan saja tanpa mempengaruhi sah atau tidaknya zakat yang dibayarkan.

2. Tidak Boleh Mengambil Upah dari Zakat

Panitia zakat tidak boleh mengambil bagian dari zakat untuk operasional karena mereka adalah wakil dari muzakki. Jika mengambil dana dari zakat, maka hal itu termasuk pengkhianatan.

Amil yang diangkat secara resmi berhak mendapatkan bagian sebesar maksimal 1/8 dari total zakat yang dikumpulkan sebagai upah kerja mereka. [Lihat: Majmu’ Syarh Muhaddzab: 6/168].

3. Larangan Menjual Beras Zakat

Beras zakat yang dikumpulkan oleh panitia tidak boleh diperjualbelikan kembali. Beras yang telah dibeli oleh muzakki harus langsung diberikan kepada mustahik. Demikian juga tidak boleh bagi amil kecuali dalam kondisi terpaksa, semisal khawatir rusak atau keamanan diperjalanan. [Lihat: Al-Anwar li al-A’mal al-Abrar: 1/155].

Jika terjadi pencampuran beras sehingga beras yang dikembalikan kepada muzakki adalah beras miliknya sendiri, maka zakatnya tidak sah.

4. Kesalahan dalam Pendistribusian

Jika panitia zakat tidak berhati-hati, bisa jadi zakat yang dikumpulkan kembali kepada muzakki sendiri, yang membuat zakatnya menjadi tidak sah. Oleh karena itu, perlu sistem yang memastikan bahwa setiap zakat tersalurkan kepada mustahik yang berbeda.

Solusi untuk Panitia Zakat

Agar tidak terjadi kesalahan dalam pengelolaan zakat, beberapa langkah dapat dilakukan, yaitu: Pertama, mengajukan permohonan agar panitia zakat mendapatkan SK resmi sebagai amil.

Kedua, jika tidak memungkinkan, pastikan panitia zakat terdiri dari mustahik sehingga ia berhak menerima zakat, dan seketika itu kewajiban muzakki menjadi gugur. Tetapi agar terpenuhi asas pemerataan kepada mutahik lainnya, maka perlu ada kesepakatan dengan panitia bahwa hasil zakatnya didistribusikan juga kepada mustahik lainnya.

Ketiga, untuk kebutuhan operasional, panitia dapat meminta dana tambahan secara sukarela dari muzakki, bukan mengambil dari zakat.

Dengan memahami perbedaan antara panitia zakat dan amil zakat, diharapkan masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam mengelola zakat fitrah agar ibadah yang dilakukan tidak sia-sia, dan justru menimbulkan dosa. Semoga zakat yang kita tunaikan diterima oleh Allah SWT dan membawa berkah bagi semua pihak.

Sumber: Youtube MUI Kabupaten Bogor