Mewujudkan Kemerdekaan Dengan Semangat Hijrah

Mewujudkan Kemerdekaan Dengan Semangat Hijrah Gambar Ilustrasi

MUI-BOGOR.ORG – Hijrah secara historis merupakan suatu peristiwa penting yang dialami oleh umat Islam. Titik awalnya ialah saat Nabi Muhammad SAW melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah yang kemudian menjadi cikal bakal penentuan tahun baru Islam (Hijriyah). Hijrah secara lebih luas juga dimaknai sebagai strategi politik Nabi Muhammad SAW dalam membangun satu entitas kesatuan umat Islam.

Kata “hijrah” sendiri merupakan isim dari kata “hajara”, artinya meninggalkan. Dalam suasana kemerdekaan hari ini, makna hijrah kita maknai bersama dengan sikap meninggalkan amalan yang buruk (negatif) dan diganti dengan amalan yang baik (positif). Demikian argumentasi yang disampaikan oleh Didin Hafidhuddin dalam artikelnya di Republika berjudul Hijrah dan Kemerdekaan (2021).

Ia mengatakan, bahwa setiap manusia harus bebas merdeka dari belenggu penjajah asing dan belenggu duniawi yang menghambat ibadah dan penghambaan secara benar kepada Allah SWT, serta harus mengisi kemerdekaannya dengan semangat hijrah, yaitu berbuat maslahat bagi kepentingan pembangunan bangsa, disertai dengan meninggalkan sifat-sifat buruk dan merusak kemudian diganti dengan sifat-sifat yang baik dan positif yang berguna bagi kehidupan. 

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an Surat al-Hujurat [49] ayat 13:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ  ١٣

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Dari ayat tersebut jelas tampak bahwa tidak boleh suatu bangsa merasa lebih baik dari bangsa yang lain sehingga berusaha menjajahnya. Penjajahan adalah perbuatan yang sangat tercela dan kejahatan kemanusiaan yang sangat terkutuk. Karena itu, penjajahan dalam bentuk apa pun harus dihapuskan sampai ke akar-akarnya.

Semangat Hijrah dan Kemerdekaan

Didin Hafidhuddin dalam karyanya Membangun Kemandirian Umat (2021) memaknai kemerdekaan bukan sekedar merdeka secara fisik, tapi merdeka secara ekonomi, politik, kebudayaan, dan lain-lain. Hubungan dengan dengan negara lain adalah hubungan atas posisi yang sama, saling memberi, saling mengasihi, saling membantu, bukan saling menjajah.

Kita perlu peka dan sadar, bahwa tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini meliputi korupsi, kesenjangan ekonomi, kemerosotan moral, perpecahan, dan gesekan antar sesama anak bangsa. Akhir-akhir ini muncul fenomena masyarakat yang mengibarkan bendera one piece, dari sisi hukum positif hal tersebut sah-sah saja alias diperbolehkan selama posisinya tidak melebihi bendera Merah Putih. Ketentuan tersebut tercantum dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

Namun di sisi lain, kita harus berhati-hati, bahwa fenomena pengibaran bendera one piece tersebut berasal dari sekelompok orang yang berupaya hendak membuat gaduh, menimbulkan gesekan dan perpecahan di tengah suasana kebahagiaan memperingati HUT ke-80 Republik Indonesia.

Dalam menyikapi Kemerdekaan Indonesia yang berusia 80 tahun ini, kita perlu melihat kembali arah tujuan pembangunan bangsa, yakni mewujudkan kemerdekaan dengan semangat hijrah melalui karakter bangsa yang solid, kuat dan cinta akan tanah airnya. Hijrah dari mindset yang buruk (negatif) kepada yang baik (positif), membangun kesadaran kolektif bahwa kemerdekaan adalah Amanah yang harus dijaga.

Dalam kacamata Didin Hafidhuddin tentang membangun karakter bangsa, ia menekankan pada upaya peningkatan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Sehingga, pembangunan nasional bukan hanya terbatas pada upaya peningkatan fisik dan ekonomi semata-mata, akan tetapi harus dimaknai sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia secara menyeluruh berdasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam agama dan Pancasila.

Begitu pentingnya perhatian terhadap pembangunan karakter bangsa, disebabkan adanya keprihatinan dan tanggung jawab atas nasib bangsa di masa depan. Bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai yang diagungkan, meskipun saat ini nilai-nilai tersebut sudah mulai bergeser karena digerus oleh derasnya tekanan budaya global serta modernisasi yang melanda.

Nilai-nilai yang harus kita rawat untuk mewujudkan merdeka yang solid dan kuat (hijrah) menurut Didin Hafidhuddin dalam karyanya Membangun Kemandirian Umat (2021), sebagai berikut:

  1. Nilai sopan santun dan tata krama dalam pergaulan yang selalu dijunjung tinggi.
  2. Nilai kebersamaan atau gotong royong dan tolong-menolong dalam berbagai bentuk untuk meringankan sesama sebagai wujud kepedulian terhadap kebutuhan orang lain.
  3. Nilai kekeluargaan yang merupakan sikap yang menganggap semua orang adalah keluarga sehingga akan muncul sikap toleransi sosial, menghormati orang lain, dan saling melindungi serta tidak ingin menang sendiri.
  4. Nilai kejujuran yaitu; kesesuaian antara ucapan maupun perkataan, sesuai antara informasi dan kenyataan, kejujuran merupakan ketegasan dan kemantapan hati; dan sesuatu yang tidak dicampuri dengan kedustaan atau kebohongan.
  5. Nilai kejuangan yang diwariskan dari jiwa kepahlawanan para pendahulu yang merupakan semangat untuk mengusir penjajah, menghilangkan diskriminasi dan sikap kesewenang-wenangan.
  6. Nilai tanggung jawab, merupakan perilaku seseorang atau kelompok orang yang mampu mengenali apa yang kita lakukan dan setiap pekerjaan yang dilakukan harus dapat dipertanggungjawabkan.
  7. Nilai hormat-menghormati merupakan perilaku dan sikap kepada orang lain yang tingkat kedekatannya dengan kita berbeda.

Berdasarkan penjelasan 7 (tujuh) nilai di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa untuk mewujudkan kemerdekaan yang solid dan kuat, diperlukan upaya merawat nilai-nilai fundamental dalam kehidupan bermasyarakat, yakni sopan santun, kebersamaan, kekeluargaan, kejujuran, semangat juang, tanggung jawab, serta sikap saling menghormati. Nilai-nilai ini bukan hanya memperkuat persatuan, tetapi juga membentuk karakter bangsa yang beradab, peduli, dan berintegritas sehingga mampu menjaga kemandirian umat sekaligus menguatkan makna kemerdekaan yang hakiki.

Di saat yang sama, penulis mengingatkan kembali, bahwa dalam perspektif Pancasila, ciri karakter bangsa Indonesia harus tercermin dari lima sila, yakni bangsa yang berketuhanan, menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, menjunjung tinggi prinsip demokrasi dan kerakyatan, menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia, serta mengedepankan keadilan serta kesejahteraan rakyatnya.

Dalam momen bulan kemerdekaan ini, penulis mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk semangat bahu-membahu berhijrah dari kejahiliyahan menuju kecerdasan, kemerdekaan yang membangun solidaritas sesama anak bangsa, saling merangkul dan menguatkan. Kita harus mencontoh apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya yang mampu membangun masyarakat madinah dengan kasih sayang, saling mencintai dan menghargai antar sesama, penuh dengan keadilan jauh dari kedzaliman.

Referensi

  • Hafidhuddin, Didin. Membangun Kemandirian Umat (Percikan Pemikiran di Bidang Pendidikan, Ekonomi, Politik, Dakwah, Sosial dan Budaya). Bogor: UIKA Press, 2021
  • Republika.co.id. “Prof. Didin Hafidhuddin: Hijrah dan Kemerdekaan.” Diakses 8 Agustus 2025.

Penulis: Anwar Siroz

Editor: Faisal Wibowo