
Oleh: H. Asep Rahmat, Lc., M.Ag. (Alumni PKU Angkatan IV/Penyuluh Agama Islam Kemenag Kab. Bogor)
Memasuki ruang Pemilu 2024, tensi dan suhu politik di Indonesai saat ini mulai memanas. Muncul berbagai narasi memecah belah dengan diksi yang beranekaragam. Ruang publik kini mulai riuh dipenuhi oleh umpatan, hujatan dan narasi adu domba serta diperparah oleh para buzzer media sosial yang menyebarkan berita bohong alias hoax sehingga terjadi bias informasi, antara yang benar dan bohong tidak dapat dibedakan dengan jelas.
Hoaks didefiniskan sebagai sebuah informasi rekayasa yang sengaja dilakukan untuk memanipulasi informasi yang sebenarnya (Janner Simarmata, dkk, 2019). Peredaran berita hoaks mudah dilihat, terutama di dalam masyarakat yang tingkat literasinya masih sangat rendah. Mereka menerima informasi begitu saja tanpa melakukan pengecekan, bahkan menyebarkannya tanpa mempertimbangkan tingkat ketepatan informasi yang diterimanya. Akhirnya mereka terjerumus dalam kesimpangsiuran berita, provokasi, hujatan dan rasa saling curiga, yang pada akhirnya berakibat pada konflik dan perpecahan.
Menyikapi fenomena tersebut, penulis mencoba memotretnya melalui perspektif Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an, kata yang sesuai dengan kata ‘hoaks’ adalah kata ‘al-ifk’, seperti yang termaktub dalam Al-Quran Surat An-Nur ayat 11 dan 12. Menurut beberapa pendapat para Mufassir, fenomena hoaks pernah terjadi menimpa Siti Aisyah yang terkenal dengan hadits al-ifki (Al-Balkani, 2013).
Mengingat dampak negatif dan bahaya yang ditimbulkan oleh hoaks, Al-Qur’an memberikan panduan tentang bagaimana menyikapinya. Beberapa penegasan dan perintah Al-Qur’an terkait upaya menanggapi berita hoaks, yaitu:
Pertama; Al-Qur’an memerintahkan kepada orang mukmin agar selalu berkata jujur dan benar, terutama dalam menyampaikan sebuah informasi, harus dicek dahulu kebenarannya. Saat kita berdakwah, maka kita harus menyampaikan informasi yang valid, jelas, antara yang haq dan bathil harus tegas, sehingga kemurnian ajaran Islam akan terjaga, dan akan melahirkan keharmonisan dalam pergaulan.
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-ahzab ayat 70-71: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar, Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”.
Maksud dari ayat diatas ialah, Allah SWT memberikan peringatan kepada seorang mukmin agar takut untuk berbuat maksiat (berkata dusta dalam menyampaikan berita), karena dengan berbuat maksiat (menyampaikan berita hoax), maka Allah akan memberikan hukuman. Selanjutnya ayat ini juga merupakan seruan kepada umat Islam agar berkata dengan ucapan yang lurus (benar) dan tidak menyimpang, sehingga tidak menimbulkan multipersfektif. Dengan berkata yang benar, maka Allah akan memberikan petunjuk kebenaran menuju jalan yang terang benderang. (Al-Thabari, 2007).
Dalam hal menyampaikan informasi, ayat tersebut menyebutnya dengan sebutan qaulan sadiidan, yaitu berkata benar atau berkomunikasi dengan baik dan efektif dalam berinteraksi. Sehingga, umat Islam dituntut untuk mencapai derajat kebenaran faktualitas dengan melakukan upaya check and recheck, konfirmasi, dan akurasi.
Kedua; Al-Qur’an memperingatkan kepada kita untuk selalu tabayyun (klarifikasi) dalam menerima dan menyebarkan berita, hal ini untuk menghindari terjadinya pencemaran nama baik dan menghilangkan kesalahpahaman antar sesama.
Hal itu sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surat Al-Hujrot ayat 6: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Ayat tersebut merupakan peringatan kepada umat Islam, agar berhati-hati dalam menerima dan menyampaikan berita, harus konfirmasi dahulu dan berhati-hati terhadap berita yang datang dari orang-orang fasik yang bermaksud menyesatkan umat Islam. Hal ini dilakukan sebagai sebuah upaya mengantisipasi tersebarnya berita hoaks yang akan menyebabkan pertikaian, permusuhan dan adu domba. (Al-Qarni, 2008).
Keteladanan sifat Rasulullah SAW seperti shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan cara cerdas dan jeli, seperti dalam menerima sebuah informasi atau berita dan menyampaikannya kembali dengan penuh kejujuran. Wallahu ‘Alam Bi Asshowab