Dr. Ahmad Ginanjar Paparkan Kiprah Ulama Nusantara di Dunia

Dr. Ahmad Ginanjar Paparkan Kiprah Ulama Nusantara di Dunia

Sukaraja – Ahli Filologi Islam, Dr Ahmad Ginanjar memaparkan peran dan kiprah ulama Nusantara dalam Webinar yang diselenggarakan Komisi Ukhuwah dan Lembaga Keagamaan MUI kabupaten Bogor dan Panitia PKU XVI MUI Kabupaten Bogor, secara luring dan daring bertemakan ‘Jejaring Ulama Jawa Barat: Sanad Kelimuan, Nilai Juang dan Semangat Ukhuwah Islamiyah’ pada Sabtu, 29 Agustus 2021.

Penulis Buku Mahakarya Islam Nusantara ini menjelaskan, dalam perjalanan Islam di Indonesia maupun Dunia, peran serta ulama di Nusantara sangat penting untuk diingat dan dijadikan sebagai motivasi bagi umat Islam di Nusantara saat ini.

Menurutnya, dari hasil penelitian sekian ulama Nusantara yang telah berkiprah, belajar dan mengajar di Timur tengah, ada sejumlah ulama asal tatar Sunda. Dalam penelitiannya, dia menunjukkan data dan dokumen yang mengesankan. ia menunjukkan photo dokumen silsilah Masyayikh yang dibuat oleh Ajengan Hilmi asal Baros Serang.

Dokumen ini, kata dia, menjadi penting karena darinya masyarakat bisa tahu bahwa telah ada jaringan ulama Sunda dengan dunia timur tengah di masa lalu. Selain itu ada naskah yang tidak kalah penting yakni kitab Al Iqd Al Farid min Jawahir Al Asanid karya Syaikh Yasin Padang-Mekah. “Kitab ini berisi himpunan sanad ulama-ulama Nusantara” ujarnya.

Dosen Universitas Nahdhatul Ulama (Unusia) ini mengatakan bahwa jejak adanya jaringan ulama tatar sunda dengan “timur tengah” pada awal abad ke 17, dibuktikan dalam beberapa arsip dan dokumen. “Seperti Ditemukan naskah fatwa tertua Islam Nusantara ditulis oleh Syaikh ibn ‘Alan (Ulama sentral Mekah) pada tahun 1046 H/1636 M. Fatwa tersebut merespon atas permintaan Sultan Abu Mufakhir Abdul Qadir Banten. Kumpulan fatwa terbut bernama al mawahib ar Rabbaniyyah ‘an As’ilah Al Jawiyyah,” jelasnya.

Selain itu, Syaikh Muhammad bin ‘Allan juga menulis dua buah kitab lainnya atas permintaan sultan Banten ini yaitu, syarh Nasihah al Muluk dan Syarh Durrah Al Fakhirah. Kedua kitab ini merupakan karya Imam Ghazzali.

Lebih lanjut, ahli filologi ini membeberkan fakta-fakta berupa manuskrip atau dokumen yang menunjukkan adanya jaringan ulama sunda dengan Timur Tengah. Naskah-naskah tersebut berada di beberapa tempat, baik disimpan secara pribadi oleh keluarga ahli waris maupun di beberapa tempat arsip seperti PNRI, Leiden University, serta di Kairo dan Mekah.

“Hurgronje (1888) dalam catatannya menyebut ulama ulama asal Sunda, ia membedakan antara Sunda periangan dengan Sunda Banten. Di antara ulama asal Banten adalah Syaikh Nawawi Al Bantani dan Syaikh Abdul Karim. Sementara ulama asal Periangan yang disebut oleh Snouck Hurgronje adalah Muhammad Garut, Hasan Mustapa Garut. Data ini ia dapat dari manuskrip Rd. Aboe Bakar Djajadiningrat di Jedah tahun 1887. Manuskrip ini yang memuat biografi para ulama Nusantara yang belajar di Mekkah, termasuk dari Banten dan Peringan,” Ujar alumni Al Azhar Kairo itu.

Selain itu, dia menyampaikan juga ulama Bogor yakni Kyai Asy’ari atau lebih dikenal oleh masyarakat Bogor dengan sebutan mama Bakom (w. 1901) yang termasuk ulama asal Banten yang lama bermukim dan mengajar di Mekkah kemudian menetap di Bogor.

“Ulama ulama Nusantara yang belajar dan bermukim di Mekkah dikenal sebagai kalangan ahli ilmu. Mereka bukan saja mengajar bahkan banyak yang mengajar di Kota Suci pada abad 19 hingga awal abad 20. Di antara mereka adalah Syaikh Ahmad Al Khatib Sambas, Syaikh Ismail Minangkabau, Syaikh Abdul Ghani Bima, Syaikh Nawawi al-Bantani, Syaikh Ahmad Pattani dan lain lain,” paparnya.

Bahkan, kata dia, banyak tulisan-tulisan karya ulama Nusantara yang diterbitkan di Timur Tengah seperti kitab Tasawuf berbahasa Sunda dengan aksara Arab, ditulis di Mekkah dan dicetak di Kairo.

“Pada masa awal hingga pertengahan abad 20 pun tidak sedikit ulama asal Sunda yang berkiprah di Mekkah seperti: Syaikh Muhammad Akhyad asal Bogor (w 1952), Syaikh Muhammad Sulaiman asal Sumedang (w. 1959), Kyai Tb. Muhammad Falak, Muhammad Nuh asal Cianjur (w. 1966), KH. Ahmad Syathibi Gentur asal Cianjur (w.1947), KH Ahmad Sanusi asal Sukabumi (w. 1950), KH. Abdul Halim Iskandar asal Majalengka (w. 1962) kemudian dua tokoh terakhir ini mendirikan ormas PUI (Persatuan Umat Islam)”. Sambung intrepeter Indonesia Arab ini.

Penerjemah novel ayat ayat cinta karya Habiburrahman El Syirazi ke dalam bahasa Arab ini mengaku, data-data tersebut menunjukkan bahwa kiprah ulama Nusantara (termasuk di dalamnya ulama Sunda) sangat luar biasa, bahkan salah satu ulama Banten yang sering dikunjungi petilasannya oleh sebagain masyarakat adalah Syaikh Nawawi al-Bantani. “Ulama penulis kitab tafsir maroh labid/tafsir Al munir ini dimakamkan di Mekkah dan dikenal sebagai Syaikh di sana,” pungkasnya.