Jurus Mabuk Al Zaytun

Jurus Mabuk Al Zaytun
Komplek Ponpes Al Zaytun. foto: https://www.al-zaytun.sch.id/

Seorang mahasiswa UGM menelepon orang tuanya tentang peristiwa di kampus. Ia bilang saat belajar di laboratorium, dirinya tak sengaja menyenggol salah satu peralatan sehingga jatuh dan pecah.

Untuk meyakinkan orang tua, sang dosen juga menelepon untuk menjelaskan kronologi kejadian serta meminta ganti rugi penggantian alat sebesar Rp. 300 juta rupiah. 

Tak cukup, seorang yang mengaku kawan dekat mahasiswa itu juga berbicara via sambungan telepon untuk meyakinkan peristiwa tersebut kepada orang tua mahasiswa.

Mendengar informasi itu, orang tua mahasiswa itu mengaku akan bertanggung jawab. Mereka pun berusaha menjual barang-barang berharga untuk membayar ganti rugi tersebut.

Ketika uang sudah terkumpul, ayah dan ibu dari mahasiswa tersebut ingin membayar langsung ke kampus, tidak ke nomor rekening yang diberikan sang anak.

Sampai di kampus, ibunya tiba-tiba jatuh pingsan dan sang ayah tak bisa menyembunyikan kecewa. Sebab pihak kampus mengkonfirmasi bahwa anak mereka itu sudah lama drop out karena terlibat dalam jaringan NII.

Dosen dan kawan yang mengaku dari pihak kampus juga dipastikan adalah jaringan NII, karena menurut pihak kampus peristiwa kecelakaan di dalam laboratorium itu tidak pernah terjadi.

Kisah tersebut dipaparkan Ken Setiawan, mantan petinggi NII sekaligus pendiri NII Crisis Center. Kata Ken, peristiwa itu terjadi karena NII meyakini bahwa orang-orang yang berada di luar kelompoknya adalah kafir, maka halal hartanya meskipun diperoleh dengan cara menipu atau mencuri, dan meskipun yang ditipu itu adalah orang tua sendiri.

Sejak sebelas tahun lalu, MUI Pusat meyakini bahwa gerakan NII berafiliasi dengan Al Zaytun. Kesimpulan itu didapatkan setelah MUI Pusat menurunkan tim khusus ke Al Zaytun untuk melakukan penelitian di tahun 2002 lalu.

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Bidang Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Ichsan Abdullah mengatakan afiliasi tersebut bisa dilihat dari pola rekrutmen yang dilakukan Al Zaytun dari segi penghimpunan dan penarikan dana yang dilakukan ke anggota dan masyarakat. Demikian seperti dikutip Kompas.

Praktik Aneh Al Zaytun

Di media sosial, pihak Al Zaytun nampak terlalu berani mempublikasi praktik-praktik ibadah yang nyeleneh di dalam pesantren. Salah satu yang menuai reaksi masyarakat adalah praktik sholat Idul Fitri berjamaah dengan hadir seorang perempuan sendirian di saf paling depan, juga ada non muslim duduk dan berdoa dengan caranya saat shalat Ied berlangsung.

Ketika dikonfirmasi, pimpinan ponpes Al Zaytun, Panji Gumilang mengatakan praktik tersebut bermazhab kepada Presiden Pertama RI Sukarno atau Bung Karno. Menurut dia, jamaah perempuan dibebaskan berada di saf depan di belakang imam. Sehingga hal tersebut tergantung kepada mereka salat di barisan mana.

Untuk kasus ini, MUI Jawa Barat mengeluarkan maklumat bahwa tata cara shalat Ied tersebut tidak sesuai dengan syariat. Sekretaris Umum MUI Jawa Barat, KH. Rafani Akhyar mengatakan “Jadi gini, itu Salat Ied di Al-Zaytun kemarin kalau mengukur dengan tata cara salat berjamaah jelas di luar ketentuan syariat ya. Wanita itu dalam ketentuan tidak di posisi depan ya, tapi di belakang, itupun harus pakai pembatas,” katanya seperti dikutip detik.

Selain praktik sholat Ied, praktik-praktik aneh lain yang terjadi di Al Zaytun adalah penebusan dosa zina dengan uang. Ken Setiawan membongkar bagaimana praktik menyimpang di dalam Al Zaytun.

Melalui podcast di kanal YouTube-nya, Ken mengatakan bahwa di Al Zaytun, dosa bisa ditebus dengan uang. Ia menuturkan di Ponpes Al Zaytun tidak memperbolehkan santrinya berpacaran dan berzina. Tapi anehnya, itu tidak berlaku bagi mereka yang memiliki uang.

Pasalnya, dosa zina bisa ditebus dengan harta mereka. “Gak boleh pacaran, gak boleh berzina, kalau gak punya duit. Kalau punya duit, bisa dilakukan,” ujar Ken Setiawan, dikutip Rabu, 21 Juni 2023.

Mantan Waka BIN dan mantan Waketum PBNU, Dr. KH. As’ad Said Ali mengomentari fenomena Al Zaitun ini sebagai pesantren yang mengadopsi ajaran Isa Bugis yang berdasarkan sinkretisme dan eklektisisme.

“sinkretisme merupakan suatu paham yang menggabungkan atau menyampurkan ajaran berbagai agama menjadi ajaran baru, sedangkan eklektisisme merupakan pola pikir yang mengambil berbagai pendapat atau teori yang dianggapnya benar untuk digabung menjadi suatu pendapat baru,” demikian tulisnya seperti yang tersebar di media sosial.

Hal tersebut bukan tanpa alasan, Kyai As’ad memaparkan bahwa Panji Gumilang adalah ex komandan wilayah 9 Darul Islam/Negara Islam Indonesia (DI/NII) yang tertarik dengan ajaran Isa Bugis. Ketertarikannya itu dibuktikan Panji Gumilang dengan merekrut para pengikut DI/NII sebagai pengikut ajaran Isa Bugis.

Sebelum pindah ke Indramayu, Panji Gumilang sempat membesarkan ajaran Isa Bugis di daerah Cisaat, Sukabumi. Kepindahannya itu disebabkan karena mendapat penolakan dari masyarakat setempat.

Pada rapat terbatas MUI Kabupaten Bogor, didapati laporan dari salah satu kecamatan bahwa telah didapati jaringan perekrutan santri-santri Al Zaytun di Kabupaten Bogor. Tugas mereka adalah merekrut dan memudahkan calon-calon santri Al Zaytun untuk mondok di Al Zaytun. Seperti yang diceritakan pelapor, para koordinator itu bertugas membawa calon-calon santri ke Al Zaytun, Indramayu, bahkan untuk tes masuk saja, tak perlu pergi ke Indramayu, karena nanti yang mengujinya akan datang ke rumah calon santri.

Ketua Umum MUI Kab.Bogor, Prof. Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA. MH, mengatakan bahwa penyimpangan terhadap aqidah yang terang-terangan dipraktikkan oleh Panji Gumilang harus segera ditangani serius, “ini salah satu tanggung jawab ulama dalam rangka hifdzuddin, karena Panji Gumilang bukan cuma mengotak-atik urusan syariat tapi juga merubah-rubah aqidah Islam,” terangnya dalam Rapat Koordinasi MUI Kecamatan bulan lalu.

Terkait sikap MUI Pusat terhadap ajaran Al Zaytun, sebenarnya penelitian tim MUI Pusat di tahun 2002 lalu menilai bahwa menilai pesantren ini terbukti menyimpang. Di antara hasil temuannya adalah:

1.            Ditemukan indikasi kuat adanya relasi dan afiliasi antara Ponpes Al Zaytun dengan organisasi NII KW IX, baik hubungan yang bersifat historis, finansial, dan kepemimpinan.

2.            Terdapat penyimpangan paham dan ajaran Islam yang dipraktikkan organisasi NII KW IX. Seperti mobilisasi dana yang mengatasnamanakan ajaran Islam yang diselewengkan, penafsiran ayat-ayat Alquran yang menyimpang dan mengafirkan kelompok di luar organisasi mereka.

3.            Ditemukan adanya indikasi penyimpangan paham keagamaan dalam masalah zakat fitrah dan kurban yang diterapkan pimpinan Ponpes Al Zaytun, sebagaimana dimuat dalam majalah Al-Zaytun.

4.            Persoalan Al-Zaytun terletak pada aspek kepemimpinan yang kontroversial (AS Panji Gumilang dan sejumlah pengurus yayasan) yang memiliki kedekatan dengan organisasi NII KW IX.

5.            Ada indikasi keterkaitan sebagian koordinator wilayah yang bertugas sebagai tempat rekrutmen santri Ponpes Al Zaytun dengan organisasi NII KW IX.

Al Zaytun Produk Intelijen?

Besar kemungkinan bahwa pesantren Al Zaytun bukan hanya pesantren biasa, tapi dilindungi oleh kekuatan tertentu. Kekuatan apakah itu? Pengamat sosial budaya, Budi Saksono pernah menulis di kolom Republika bahwa Al Zaytun itu adalah upaya intelijen di masa Soeharto untuk melokalisir gerakan Islam ekstrem revolusioner. Soeharto memilih Ali Murtopo bersama LB Moerdani dan Hendropiyono untuk menjalankan operasi itu.

Hanya saja menurut seorang pengamat geopolitik, hari ini “Al Zaytun dan varian-varian lainnya malah jadi instrumen kontra intelijen ketimbang operasi intelijen.” Kata Hendrajit saat dihubungi Kalam Ulama. Karena “kolaborasi Ali Murtopo dan Zulkifli Lubis era Orde Baru malah memelihara mereka sebagai mainan politik,” tegas direktur eksekutif Global Future Institute tersebut.

Jadi, kalau diasumsikan mengapa Al Zaytun memiliki gedung-gedung mewah di atas lahan seluas 1.200 ha dan juga sulit ditembus oleh pihak berwenang, barangkali alasan di atas cukup masuk akal, di mana Al Zaytun menjadi muara aliran dana pengikut NII sekaligus sebagai salah satu produk intelijen.

Tapi meski demikian, gerakan apapun yang berupaya menggerus ajaran Islam dan memodifikasi syariat sesuai selera harus ditindak tegas oleh pemerintah, karena akan menjadi kekuatan yang merusak harmoni kehidupan beragama di Indonesia.

Termasuk upaya yang dilakukan oleh MUI Kabupaten Bogor yang secara khusus membunyikan poin khusus dalam Ijtima Ulama, di bulan Juni 2023, terkait Al Zaytun ini dengan mengatakan “Mendukung sepenuhnya sikap MUI Pusat, MUI Provinsi Jawa Barat, dan MUI Kabupaten Indramayu yang menyatakan bahwa Pondok Pesantren Al Zaytun telah menyimpang dari ajaran Islam. Oleh karena itu, MUI Kabupaten Bogor mendesak pemerintah agar segera menindak tegas keberadaan Al Zaytun dan jaringan Negara Islam Indonesia (NII) KW IX di seluruh Indonesia.” (red.)

Artikel ini sudah juga tayang di Majalah Kalam Ulama Edisi ke 24.