Kisah Inspiratif Alumni PKU Parungpanjang, Bikin Besek Bambu Sukses Tembus Pasar Australia

Kisah Inspiratif Alumni PKU Parungpanjang, Bikin Besek Bambu Sukses Tembus Pasar Australia Teh Aya dan Tim sedang Menganyam Pesanan Costum WR Bersama. Foto: Aya Susi Damayanti.

MUI-BOGOR.ORG, Parungpanjang – Di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi, di salah satu sudut Kampug Salimah, Desa Cilejet, Parungpanjang, terdapat sebuah warisan tradisi “anyaman bambu” yang masih bertahan. Bagi sebagian orang terlihat sederhana, namun di tangan para pengrajin bisa menjadi sebuah karya yang bernilai. Keberadaan mereka melanjutkan tradisi tersebut, bukan hanya sebatas menganyam bambu, namun juga merajut masa depan.

Sebut saja Aya Susi Damayanti, alumni Pendidikan Kader Ulama (PKU) Angkatan XII, merupakan salah satu sosok di balik suksesnya “besek bambu” yang mampu go international. Kepada mui-bogor.org, ia berbagi cerita penuh inspirasi mengenai usahanya tersebut. Teh Aya menjelaskan, bahwa pengrajin di daerahnya sebagian besar adalah keluarga yatim dan dhuafa yang tinggal di Istana Yatim Baitul Qurro.

Teh Aya sedang memberikan arahan terkait kualitas anyaman bambu. Foto: Aya Susi Damayanti.

“Dari tangan-tangan cekatan mereka, anyaman besek bambu—kerajinan yang dahulu hanya dipandang sebagai wadah tradisional—kini menjadi primadona, bahkan di tengah era modern yang serba digital”, ujarnya, Kamis (3/10/2024).

Ia bercerita bahwa hasil kerajinan mereka tak hanya diminati di pasar nasional, tapi juga menembus pasar internasional. Bahkan, punya pelanggan setia dari Australia. Menurutnya, faktor yang membuat besek bambu ini Istimewa ialah “kualitas dan keunikan”. Ia bersama timnya tetap optimis bahwa keunikan dan keunggulan kerajinan yang mereka buat akan terus menarik minat pasar dalam dan luar negeri.

Produk yang baru selesai lulus QC (Quality Control). Foto: Aya Susi Damayanti.

Pemasaran besek bambu ini dilakukan melalui media sosial, dengan variasi harga yang ditawarkan, mulai dari Rp50 ribu per unit, para pengrajin ini mampu meraup omset bulanan sebesar Rp15 juta hingga Rp30 juta. Angka yang bagi sebagian orang mungkin tak besar, namun bagi komunitas ini adalah penghidupan.

“Alhamdulillah, dari penjualan ini, operasional Baitul Qurro dapat berjalan, termasuk pembiayaan pendidikan anak-anak yatim. Bahkan, jika ada yang sakit, dana dari hasil penjualan ini turut digunakan untuk membantu biaya pengobatan,” terangnya seperti dikutip RASIOO.id, Rabu 2 Oktober 2024.

Teh Aya sedang melatih Santri Yatim Baitul Quro menganyam bambu. Foto: Aya Susi Damayanti.

Di tengah segala keterbatasan, Teh Aya bersama komunitas pengrajin bambu tersebut mampu membuktikan bahwa hasil kerajinannya menjadi jembatan bagi masa depan yang lebih baik. Sebagai alumni PKU, ia yakin bisa berbuat sesuatu yang terbaik dan bermanfaat untuk masyarakat. “Karena saya selalu teringat nasehat dari Pak Kiai Mukri, bahwa alumni PKU itu bertangan emas, apapun yang dipegang akan menjadi sesuatu yang berharga,” pungkasnya. (ed.fw)