MTM MUI Bogor Bahas Problematika Nikah Sirri dan Gugat Cerai

MTM MUI Bogor Bahas Problematika Nikah Sirri dan Gugat Cerai Forum Majma' Tashwir Al Masail (MTM) MUI Kabupaten Bogor

MUI-BOGOR.ORG – Majma’ Tashwir al-Masail (MTM) MUI Kabupaten Bogor kembali melaksanakan kajian rutin bulanan membahas berbagai permasalahan sosial keagamaan.

Forum Kajian MTM yang dilaksanakan pada Kamis, 24 April 2025 ini, membahas tentang problematika hukum dan mekanisme gugat cerai dalam kasus pernikahan sirri.

Kasus yang dibahas berangkat dari seorang perempuan yang ingin menggugat cerai suaminya, yang sebelumnya dinikahi secara sirri. Alasan perceraian meliputi kelalaian suami dalam menafkahi keluarga, tindakan kekerasan fisik terhadap istri maupun mertuanya, serta kebiasaan buruk seperti mengonsumsi pil terlarang.

Majma’ Tashwir Al Masail MUI Kabupaten Bogor dipandu langsung oleh Dr. Abdul Wafi Muhaimin, M.IRKH. Foto: Istimewa

Pasangan ini sempat berpisah, melakukan proses perceraian melalui pengadilan hingga terbit akta cerai. Dua tahun kemudian, keduanya kembali menikah dengan akad baru melalui wali tahkim (kiai) karena ayah pihak perempuan tidak bersedia menikahkan kembali. Namun, di bulan Ramadhan berikutnya, sang istri kembali meminta berpisah, dengan alasan perilaku suaminya tidak berubah.

Karena pernikahan kedua ini dilakukan secara sirri (tidak tercatat resmi di lembaga berwenang), dan suami menolak permintaan cerai, kasus ini kemudian dibawa ke forum MTM untuk mendapatkan solusi hukum.

Dalam tahap tashawwur masalah, peserta forum mempertanyakan istilah “nikah sirri” yang digunakan. Koordinator Forum MTM, Dr. Abdul Wafi Muhaimin, menjelaskan bahwa istilah tersebut dalam konteks ini mengacu pada nikah di bawah tangan, yakni pernikahan yang sah secara syar’i tetapi tidak tercatat secara negara.

Dr. Wafi juga menguraikan fatwa MUI tahun 2006 dan 2008 yang menyatakan bahwa pernikahan semacam itu hukumnya sah, namun menjadi haram apabila membawa mudarat, sehingga diwajibkan untuk dicatatkan.

Selain itu, forum mempertanyakan keabsahan penggunaan wali muhakkam dalam pernikahan tersebut. Para peserta menilai bahwa penggunaan wali muhakkam tidak sah apabila wali nasab masih ada dan tidak termasuk kategori ‘adhal, karena penolakan dalam menikahkannya dapat dibenarkan oleh syariat, yaitu karena tidak kufu’.

Diskusi berlangsung alot hingga forum harus ditutup tepat pukul 16.30 WIB tanpa keputusan final. Perumus memberikan arahan bahwa apabila pernikahan dinyatakan sah, maka mekanisme perceraian bisa ditempuh melalui fasakh atau khulu’. Namun, jika nikah dinyatakan tidak sah, maka tidak ada kewajiban proses gugat cerai.

Pasca forum, diskusi dilanjutkan melalui grup WhatsApp MTM, dan rumusan sementara disepakati sebagai berikut:

  1. Hukum nikah di bawah tangan dengan menggunakan wali muhakkam dinyatakan tidak sah, karena wali nasab tidak termasuk kategori wali ‘adhal.
  2. Hubungan suami istri pasca akad yang tidak sah dihukumi sebagai wathi’ syubhat, bukan zina, mengingat kedua belah pihak meyakini telah menikah sah.
  3. Dengan tidak sahnya pernikahan, maka status pernikahan gugur dengan sendirinya tanpa memerlukan proses gugat cerai.

Demikianlah hasil dari diskusi Majma’ Tashwir al-Masail MUI Kabupaten Bogor. Wallahu a’lam. (ed.fw)