Menumbuhkan Akar sebelum Menjulang Tinggi

Menumbuhkan Akar sebelum Menjulang Tinggi
Dr. M. Taufik Hidayatulloh, M.Si

Oleh: Dr. M. Taufik Hidayatulloh, M.Si (Sekretaris Komisi Litbang MUI Kabupaten Bogor/Dosen Fakultas Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

MUI-BOGOR.ORG – Imam Al-Ghazali, seorang ulama dan filsuf Muslim, lahir pada tahun 1058 M. Beliau merupakan salah satu tokoh yang menjalani fase pencarian makna hidup yang mendalam. Bahkan, beliau sampai meninggalkan berbagai jabatan prestisius untuk hidup sebagai sufi selama beberapa tahun. Selama periode ini, fokus utamanya adalah memperdalam pemahamannya tentang agama dan bagaimana mengaplikasikan konsep agama dalam kehidupan sehari-hari.

Setelah menjalani fase “ber-uzlah” ini, Imam Al-Ghazali kembali ke dunia pengembangan keilmuan. Secara mengejutkan ia berhasil menyusun karya monumentalnya, seperti Ihya Ulumuddin, di mana beliau menyatukan pemahaman ilmu agama dengan kehidupan sehari-hari, memberikan kontribusi besar pada pemikiran Islam, khususnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Demikianlah, sebuah kisah singkat yang mengandung semua unsur yang ideal membentuk kombinasi yang sempurna antara proses pencarian, dedikasi diri dan puncak pencapaian di sepanjang rentang waktu yang tersedia. Dengan tiada keraguan bahwa kesempurnaan tersebut dapat dicapai karena memperkuat kemauan, mengasah kemampuan dan memanfaatkan kesempatan terlebih dahulu. Itulah sunatullah (hukum Allah) yang berlaku di muka bumi ini.

Sebuah kesempurnaan juga nampak begitu dekat di alam, sebagaimana ditunjukkan oleh proses hidup tumbuhan (pepohonan). Sebatang pohon yang kita lihat dengan kokoh berdiri di atas tanah, pertama kali yang dilakukan adalah memperkuat akar, tumbuh ke bawah sebelum tumbuh ke atas. Memberikan pelajaran berharga bagi siapapun yang berharap memperoleh keberuntungan di masa depan. Apa yang diajarkannya sederhana, kita harus memperkuat ke dalam sebelum berkarya ke luar. Sama halnya seperti Al Ghazali yang memperkuat kompetensinya sebelum memberikan warisannya yang berharga bagi umat Islam.

Proses dari pertumbuhan itu menunjukkan tahapan mencari kemajuan yang lebih besar. Meski memberikan pesan berharga dan layak untuk diteladani, namun pada kenyataannya terkadang berjauhan dengan kebiasaan pada umumnya. Ini berkaitan dengan kepentingan manusia yang banyak terpusat pada mengharapkan buah dengan melupakan pemeliharaan akar (lihat QS. Al Anbiya : 37, Al Isra : 11, dan An Nahl : 1). Bila sudah begini, maka kemajuan yang diharapkan, berpotensi terlambat untuk datang. Bahkan, bilapun ada kemajuan, maka rentang waktunya tidak bisa dipertahankan untuk jangka waktu yang lama.

Itulah pelajaran berharga yang sekali lagi datang dari alam. Hanya dengan mengingat pelajaran berharga tersebut, kita optimis untuk meraih masa depan gemilang. Sebagaimana pohon menumbuhkan akar ke kedalaman tanah, maka kita dapat membangun kompetensi sedikit demi sedikit dimulai dari hal-hal kecil, mulai dari diri sendiri dan mulai dari sekarang. Semoga.(*)

Wallahu a’lam bi as-shawab