Kuliah di Negeri para Mullah: Shock Culture, Stigma Syiah, hingga Ziarah

Kuliah di Negeri para Mullah: Shock Culture, Stigma Syiah, hingga Ziarah AhlulBayt International University Tehran, Iran. Foto: www.facebook.com/abu.ac.ir/

MUI-BOGOR.ORG – Perjuangan cukup berat dilalui seorang mahasiswi yang menimba ilmu di negeri para Mullah, Iran. Sebut saja Sayyida, alumni Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI Kabupaten Bogor angkatan ke 14 menceritakan pengalamannya saat berkuliah Magister (S2) dan Doktor (S3) di Ahlul Bayt International University Tehran, Iran.

Kepada mui-bogor.org, ia menceritakan awal pertama kali bisa melanjutkan kuliah di Iran, ialah saat menimba ilmu di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saat itu ia mendapatkan informasi beasiswa dari Prof. Kusmana. Sejak itu, ia yakin dan optimis bisa melanjutkan pendidikannya ke negeri Persia tersebut.

Momen foto di depan gerbang kampus Ahlul Bayt International University Tehran, Iran. Foto: Sayyida

Berbekal semangat belajar yang tinggi dan izin dari kedua orangtuanya, serta belajar Bahasa Persia selama tujuh bulan, akhirnya ia berlabuh di Tehran pada akhir Januari 2021 dan mulai kuliah Magister (S2) program studi “Irfan Islam” di Ahlul Bayt International University Tehran, dan saat ini tengah menjadi kandidat Doktor di kampus yang sama.   

Saat pertama kali tiba di Tehran, ia mengalami shock culture, kaget, dan merasa kesulitan beradaptasi dengan cuaca, perbedaan tradisi dan budaya Iran, bahkan ia sampai tertatih-tatih untuk bisa mengikuti perkuliahan di awal, banyak yang tidak ia mengerti.

Makam Imam Abu Ali Al Fadl bin Muhammad Al Tusi Al Farmadi. Foto: Sayyida

“Semester satu, saya masih belum mengerti 90 persen apa yang dibahas oleh dosen, tapi alhamdulillah semua dosen disini baik, membantu dan sangat menghargai usaha belajar saya, bahkan ada dosen yang rela tidak meninggalkan kelas sebelum saya mengerti, terlebih memang mata kuliahnya ilmu filsafat, meskipun saya bukan jurusan filsafat, tapi kami wajib belajar filsafat bahkan sampai akhir semester,” ujar Sayyida, Selasa (6/8/2024)

Ia tidak menafikan, bahwa hal yang pertama kali muncul di benak pemikiran banyak orang, ialah tentang “stigma syiah”, hal ini menjadi tantangan tersendiri, dan baginya memang wajar jika stigma itu muncul, karena ia belajar di negara yang mayoritas Syiah. Namun, ia tidak terlalu menanggapinya dengan serius, karena ia merasa setiap orang punya hak dan pemikirannya masing-masing. Ia meyakinkan kepada keluarganya dan orang-orang terdekatnya bahwa sekalipun ia belajar di Iran, hati dan tindakannya tetap Sunni alias Ahlussunnah Waljama’ah.

Momen saat Berziarah ke Makam Imam Muslim atau Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. Foto: Sayyida

“Ketika saya belajar di sini, tanggapan dari banyak orang, yaitu saya jadi penganut syiah. Sebenarnya saya tidak pernah mau menanggapi,  saya tetap Ahlussunah Waljama’ah. Ya terserah mereka, karena setiap orang punya opini dan pemikirannya masing-masing. Satu nasehat dari ayah yang selalu saya ingat, bahwa ilmu itu tidak ada yang sia-sia, kalau belajar itu boleh kepada siapapun, kapanpun dan dimanapun, bahkan kepada maling sekalipun kita bisa belajar,” sambung mahasiswi yang hobi berziarah ini.

Makam Ibnu Sina. Foto: Sayyida

Perjalanan yang ia lakukan sampai ke Negeri Persia, menyebabkan ia harus berterima kasih kepada para guru yang berpengaruh, diantaranya Prof. Kusmana, Ibu Dr. Faizah Ali Syibromalisi, Buya Arrazi Hasyim, Bapak Herry Purwanto salah satu diplomat KBRI Tehran, Bapak Duta Besar Indonesia.  

“Terkhusus saya sangat berterimakasih  kepada MUI Kabupaten Bogor, utamanya kepada Prof. KH. Mukri Aji, Gus H. Irfan, kakak senior alumni UQI, dan teman serta kerabat lainnya,” tutup Alumni Pondok Pesantren Mahasiswi Darus Sa’adah Ciputat ini.

Berziarah ke Makam Baba Taher Arian. Foto: Sayyida

Beberapa makam ulama yang sering ia kunjungi ialah:  

  1. Imam Muslim atau Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi (204 – 261 H). Dimakamkan di komplek pemakaman Behesyti Fazel Cemetery, Naishabur.
  2. Imam Abu Ali Al Fadl bin Muhammad Al Tusi Al Farmadi (407 – 477 H), seorang Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah, ia merupakan Guru Imam Ghozali, lokasi makamnya di Masyhad, Khurasan.
  3. Abu Yazid Tafur bin Isa bin Adan bin Soroshan Bastami atau yang dikenal dengan nama Bayazid Bastami atau Abu Yazid Al Busthami (188 H – 234 H/ 804 – 874 M), seorang sufi, mistikus terkenal abad ketiga, wafat dan dimakamkan di Khorasan.
  4. Ghiyath al-Din Abul Fatah Omar bin Ibrahim Khayyam, terkenal dengan sebutan Omar Khayyam (1048 M – 1131 M), seorang filsuf, matematikawan, astronom, dan penyair Iran selama periode Seljuk, dijuluki sebagai Hujjat al-Haq.
  5. Farid al-Din Abu Hamid Mohammad Attar atau dikenal dengan sebutan Faridudin Attar Atau Syeikh Attar Naishabury, salah satu mistikus Iran yang terkenal, sufi dan penyair sastra Persia pada akhir abad ke 6 dan awal abad ke 7 pada tahun 540 dan terbunuh pada tahun 618 H selama serangan Mongol.
  6. Ibnu Sina (980 M – 1037 M), di Barat dikenal dengan Avicenna, seorang sufi, dokter, astronomer, dan penulis. Terkenal sebagai Bapak Kodekteran Modern. Makamnya terletak di lapangan Bu Ali Sina di pusat kota Hamedan, Iran. Uniknya, bangunan makam ini merupakan perpaduan dua gaya arsitektur Iran kuno dan Iran pasca Islam. Saat ini, aula Selatan didedikasikan sebagai museum tempat penyimpanan koin, tembikar, perunggu, dan benda-benda temuan lainnya yang berkaitan dengan ribuan tahun sebelum Masehi dan era Islam. Aula utara terdapat perpustakaan yang berisi 8.000 jilid buku.
  7. Baba Taher Arian. Makamnya terletak di Hamedan, makam utamanya berasal dari zaman Seljuk, lalu diperbaiki dengan arsitektur modern, perpaduan arsitektur abad ketujuh dan kedelapan Hijriah serta masa sekarang. Ia merupakan salah satu penyari dan mistikus besar pada masanya, Ia hidup sekitar akhir abad ke empat dan awal abad ke lima. Selain bait, karya sastra lain adalah dua buah karya Ghazal (salah satu bentuk puisi tradisional dalam sastra Persia), Kumpulan kata-kata Mutiara Arab, dan kitab yang berjudul “Akhirnya”. (ed.fw)