Cibinong (14/8/2023) – Lembaga Pengkajian Keagamaan dan Pemberdayaan Ummat (LPKPU) MUI Kabupaten Bogor menggelar Webinar Halaqah Bulanan putaran ketiga dengan tema “Post Truth dan Senjakala Kebenaran”. Tema ini disarikan dari tesis Sekretaris Umum MUI Bogor Ust. H. Irfan Awaludin, M.Si berjudul POST TRUTH dan INFODEMI; Analisis Pengaruh Sosial dan Bias Kognitif Tokoh Agama dalam Literasi Informasi Kesehatan selama Pandemi Covid-19”, di Fakultas Ekologi Manusia IPB University.
Dalam Pengantarnya Prof. Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA., MH., mengapresiasi atas hasil karya ilmiah yang luar biasa memiliki kualitas tinggi.
“Selamat untuk Gus H. Irfan atas hasil karya tesis ini, kualitasnya luar biasa membahas mengenai Post Truth dan Bias Kognitif di kalangan tokoh agama, sehingga pembahasan ini penting untuk disampaikan kepada para Ulama di Bogor khususnya agar jangan sampai terjebak dalam Post Truth dan bias kognitif,” ujar Kyai Mukri.
Dalam pembahasannya, Gus Irfan menjelaskan sebuah fenomena information disorder yakni kekacauan informasi yang terjadi melanda dunia pada masa pandemi covid-19 yang menyebabkan kematian ribuan korban jiwa. Padahal sebenarnya, jika informasi yang didapatkan oleh manusia benar maka angka kematian itu bisa ditekan.
“Di Inggris misalnya ada sekelompok orang yang termakan berita hoax bahwa tiang pemancar 5G katanya menyebarkan virus corona, sehingga mereka membakar tiang pemancar 5G itu, yang akhirnya menjadi korban, padahal memang tidak ada hubungannya antara virus dengan tiang 5G,” kata Gus Irfan.
Kemudian di Indonesia sekeluarga menjadi korban berita hoax anti vaksin, akhirnya mereka meninggal dunia terkena virus covid-19. Di Iran juga terjadi, ada 44 orang warga tewas keracunan minum alkohol karena termakan berita hoax bahwa alkohol mampu membunuh virus corona. Padahal tidak ada kaitannya antara virus corona sembuh akibat minum alkohol. Dan masih banyak lagi masyarakat menjadi korban berita hoax.
“Fenomena di atas, lanjut Gus Irfan sejalan dengan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Cornell University pada 1 Januari – 26 Mei 2020, dimana dari 38 juta berita berbahasa inggris 1,1 jutanya disinformasi, 46 persennya atau 522.472 disinformasi mengenai konspirasi. Bahwa covid-19 adalah konspirasi Yahudi, konspirasi China, dan lainnya yang menyebar di seluruh dunia,” terangnya.
Sekretaris Umum MUI Kabupaten Bogor itu melanjutkan, bahwa inilah yang kita sebut sebagai era Post Truth. ‘Post Truth’ berbeda dengan ‘Truth’. Kalau Truth ini aku berpikir maka aku ada, sementara Post Truth ini aku percaya maka aku benar.
“Artinya orang itu percaya atau tidak percaya terhadap informasi berdasarkan emosi atau perasaanya. Percaya itu merupakan pernyataan emosional yang berhubungan dengan bias kognitif manusia, jadi benar atau tidak benar itu bukan karena faktanya benar, tapi karena perasaanya,” bebernya.
Memperkuat hal itu, ada sebuah pernyataan dari Direktur World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, “We’re not fighting an epidemic; we’re fighting on infodemic. Fake news spread faster and more easily than this virus, and it’s just as dangerous”.
“kita ini sebenarnya bukan melawan pandemi, tapi juga infodemi, penyakit yang berbentuk informasi yang tidak benar tentang pandemi yang penyebarannya lebih cepat dari virus itu sendiri, sehingga orang banyak menjadi korban bukan karena virusnya tetapi karena mereka salah menyikapi virus itu,” pungkasnya. (ed.fw)
Untuk lebih jelasnya, silakan unduh artikel Gus Irfan dengan mengklik link berikut ini: https://drive.google.com/file/d/13-v-q5Fq-GB4WStG7xAhhpuFDzSHbmmg/view