Apakah dengan Hidup Sederhana Membuat Kita Bahagia?

Apakah dengan Hidup Sederhana Membuat Kita Bahagia?
Dr. M. Taufik Hidayatulloh, M.Si
(Sekretaris Komisi Litbang MUI Kabupaten Bogor)

Begitu banyak orang seringkali terjebak dalam keinginan untuk terlihat berbeda (baca: menarik) agar diperhatikan orang lain, memantik tumbuh suburnya budaya flexing (pamer kehedonan).

Beberapa faktor ditengarai mempengaruhinya, yaitu : faktor budaya, sosial, dan lingkungan. Penjelasan dari para ahlipun bermunculan untuk menerangkannya, mulai dari Teori Ego Freud sampai kepada Teori Perbandingan Sosial Festinger.

Dalam Al-Quran Surat Al-A’raf ayat 31, Allah SAWT mengingatkan akan potensi keinginan manusia tersebut, “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Keinginan untuk menonjol itu tidak selalu berarti dorongan yang bersifat negatif, yaitu mengarah pada sikap berlebihan yang tidak sesuai dengan kenyataan atau kemampuan.

Namun bila terjadi demikian, banyak kasus menunjukkan pada akhirnya hanya penyesalan di akhir sebagai akibatnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa hidup yang glamor tanpa ditunjang kenyataan atau kemampuan hanya akan membuat hidup terasa berat.

Ada satu pilihan lain yang akan membuat hidup terasa ringan, hidup pun jadi terasa hidup. Apakah itu? Tidak lain adalah hidup sederhana yang akan membentuk kehidupan lebih menyenangkan yang layak untuk dirayakan.

Melalui kehidupan yang sederhana itu dapat membuat kita lupa untuk menonjolkan diri yang berbiaya mahal. Melaluinya pula kita tidak perlu kerumitan untuk menjadi berpengaruh. Bagaimana caranya? Yaitu dengan cara seperti ; melakukan hal penting dengan kesederhanaan, menghargai hal-hal sederhana, atau dengan menikmati kesederhanaan.

Hal penting yang perlu diperhatikan tentang kesederhanaan ini harus menjauhi kesan perlunya mengurangi sesuatu sehingga menemukan perbedaan di dalamnya.

Alih-alih menerapkan kulit luar yang tidak presisi mengenai substansi, akan jauh lebih bijak menerapkan kesederhanaan sebagai sebuah upaya untuk memprioritaskan hanya hal penting dan menemukan kebahagiaan di dalamnya.

Sampai sejauh ini kita biasanya akan mendapatkan beberapa pertanyaan penting, seperti apakah hidup sederhana itu dan apa keuntungannya? Maka jawabannya dapat disampaikan bahwa hidup sederhana mencakup upaya mengurangi kebutuhan akan material (barang-barang fisik), fokus pada kebutuhan dasar, dan mengevaluasi apa yang benar-benar penting dalam hidup.

Dengan kata lain dapat pula dikatakan bahwa hidup sederhana merupakan sebuah pola hidup yang melingkupi aktivitas manusia secara umum.

Menjalankan hidup sederhana, diyakini memiliki beberapa keuntungan yang bisa dirasakan. Betapa dengan hidup sederhana, kita dapat mengurangi keinginan memiliki keberlimpahan materi. Kita akhirnya akan bisa lebih fokus pada hanya hal penting, sebaliknya dapat menghindari diri dari melakukan hal yang tidak penting.

Selanjutnya kita juga akan lebih menghargai apa adanya atau dengan apa yang telah dimiliki selama ini. Selain itu, hidup sederhana juga dapat membantu menghindar dari kejenuhan akibat menuruti keinginan yang selalu terpuaskan.

Dengan demikian tak diragukan bahwa ketika kita memiliki pola hidup yang sederhana, kita akan dapat menikmati kebahagiaan paripurna lahir dan bathin. Hal ini sejalan dengan kajian psikologis, di mana hidup sederhana dapat membantu meningkatkan kualitas hidup mereka yang menjalankannya.

Kesederhanaan hidup ini dicontohkan sendiri oleh Rasulullah SAW sebagaimana tergambar dalam hadis riwayat Malik bin Dinar RA, ia berkata: “Rasulullah SAW tidak pernah merasakan kenyang karena makan roti atau kenyang karena makan daging, kecuali jika sedang menjamu tamu [maka beliau makan sampai kenyang],” (H.R. Tirmidzi).

Hadits tersebut secara tidak langsung menegaskan istimewanya hidup sederhana karena dalam kesederhanaan terkandung kemampuan untuk (selalu siap) beradaptasi dengan semua kondisi.

Para ulama tidak ketinggalan ikut memberikan pendapat mengenai pentingnya hidup sederhana. Hal itu disampaikan Al-Ghazali, menurutnya “Kesederhanaan adalah kunci kebahagiaan dan kehidupan yang berkelimpahan.” Begitu juga, Hasan Al-Basri ikut berkata “Hiduplah sederhana dan jadilah orang yang tidak terikat pada dunia ini. Kebahagiaan sejati terletak pada kesederhanaan dan kecukupan, bukan dalam kemewahan yang sementara dan bersifat sesaat.” 

Dari sedikit kutipan ini menggambarkan bagaimana para ulama memandang hidup sederhana sebagai cara untuk meraih kebahagiaan, utamanya menguatkan iman.

Di tengah kesibukan dunia yang penuh pesona, hidup sederhana telah terbukti menjadi kunci rahasia menuju bahagia. Namun demikian bukannya tanpa halangan, hidup sederhana juga menghadapi beberapa pengaruh, seperti ; kemauan untuk bergaya konsumtif dan keinginan untuk mengejar prestise.

Sebagai penawarnya, diperlukan niat yang kuat untuk menjalankan hidup yang penuh makna dengan cara meningkatkan kepuasan dalam hal-hal sederhana, dan menghargai momen-momen betapapun kecilnya. Melalui hal tersebut, kita akan dapat menemukan kebahagiaan dalam kehidupan. Semoga.

Wallahu a’lam bi as shawwab