Oleh: Dr. (c) Hiznu Sobar, Lc., M.Pd. (Sekretaris Komisi Hubungan Luar Negeri MUI Kabupaten Bogor/Alumni PKU angkatan VI)
Dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, suatu hari seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW. “Wahai Rasulullah, kapan hari kiamat terjadi?”. Lalu Rasulullah SAW menjawab dengan sebuah pertanyaan, “Apa yang telah kamu persiapkan?”. Orang tersebut lantas menjawab, “Tidak ada, wahai Rasul. Kecuali aku hanya mencintai Allah dan Rasul-Nya.”. Kemudian Rasul kembali menanggapi, “Engkau akan bersama siapa yang engkau cintai”.
Imam Al Bukhari menjelaskan, hadis ini diriwayatkan melalui jalur sanad sahabat Rasulullah SAW yang menjadi asisten rasul selama kurang lebih 10 tahun, yakni Anas bin Malik. Anas bin Malik berkomentar saat menyampaikan hadis ini, “Maka betapa bahagianya Aku dengan perkataan Nabi Muhammad SAW saat beliau mengatakan ‘Engkau bersama siapa yang engkau cintai’. Maka sungguh, aku begitu mencintai Nabi SAW, bahkan aku juga mencintai Abu Bakar as Shiddiq, Umar bin Khatab, hingga aku berharap suatu hari nanti bersama mereka di surga sebab kecintaanku padanya, meskipun aku tidak mampu beramal seperti mereka.”
Hadis ini memberikan banyak hikmah yang bisa kita pelajari. Pertama, sejatinya kita harus mawas diri terhadap peristiwa hari kiamat, terutama kiamat kecil yang disebut sebagai kematian. Maka, saat seseorang mengingat kematian, itu menandakan kecerdasan dari pola pikirnya.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah, Rasulullah SAW pernah ditanya oleh seseorang, “Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling cerdas?” lantas Rasulullah SAW menjawab, “Orang mukmin yang paling cerdas adalah ia yang paling banyak mengingat kematian dan ia mempersiapkannya dengan sangat baik.” Dalam hadis lain Rasulullah SAW berpesan, “Hindarilah api neraka, meskipun dengan sebutir kurma!” (HR. Al Bukhari).
Kedua, mampu mencintai Allah dan Rasul-Nya adalah anugerah yang sangat indah. Karena boleh jadi, meskipun banyak yang tahu arti penting dari mencintai Allah dan Rasul, tapi tidak semua orang mampu melakukannya karena tidak menyadari bahwa hal itu menjadi istimewa.
Hadis tersebut seakan mengkonfirmasi bahwa balasan mencintai Allah dan Rasul-Nya akan dibalas dengan kebersamaan dengannya di kehidupan setelah hari kiamat. Ini berarti bahwa perkara mencintai Nabi SAW bukan perkara kecil.
Ketiga, apa yang diutarakan oleh sahabat Anas bin Malik saat menyampaikan hadis ini memberikan cerminan kepada kita. Betapa besarnya kasih sayang Allah, meski kita tidak mampu beramal sebaik Abu Bakr as Shidiq dan Umar bin Khatab, kita akan diberikan kesempatan bersamanya jika kita mencintainya.
Mencintai Nabi SAW sejatinya tidak hanya di bulan maulid saja. Karena cinta sejati tidak mengenal batas ruang dan waktu. Ia akan tersemai tumbuh subur di dalam hati para pencinta. Menjadikan bulan maulid sebagai momentum untuk meningkatkan cinta kepada Nabi SAW adalah salah satu bukti kecintaan kita padanya dengan mendalami sejarah sang junjungan dalam menjalankan misi kenabiannya. Terlebih cinta itu disematkan terus dengan selalu bersemangat mengikuti sunnahnya. Allahumma sholli alaa sayyidinaa Muhammad. Selamat mencintai Nabi!
Wallahu a’lam bi al shawab.
Note: Artikel ini sudah pernah tayang di Rubrik Hikmah Republika Edisi 30 Oktober 2021: https://www.republika.id/posts/21697/balasan-mencintai-nabi