Oleh: Dr. Abdul Wafi Muhaimin (Alumni PKU Angkatan X)
Ibadah haji merupakan sarana untuk menjadikan manusia memahami dirinya sebagai hamba yang sebenarnya, yaitu dengan menghambakan diri kepada sang penciptanya. Penghambaan manusia yang dituangkan dalam bentuk ibadah haji dapat dilihat dari aspek-aspek berikut ini:
Dalam pelaksanaan haji, seorang hamba menampakkan kehinaan dan kerendahannya di hadapan Allah, yaitu dengan menghindari dari segala atribut kemewahan dan keindahan. Ia hanya memakai selembar kain ihram yang coraknya berwarna putih, sama dengan jemaah haji lainnya. Dengan pakaian itu, ia menampakkan kefakirannya, menjauhkan diri dari kesibukan dunia yang dapat memalingkan dari tuhannya, dan sebaliknya, ia menuju tuhannya, mengharap pengampunan dan kasih sayangnya.
Di padang Arafah, ia memohon sepenuh hati, sembari memuji dan mensyukuri nikmat dan karunia tuhannya, memohon ampun dari segala dosa dan kesalahannya. Sementara di dalam tawafnya, ia mengitari Ka’bah, berlindung kepada Allah, yang secara simbolis berlari dari kejaran dosa, hawa nafsu dan dari godaan setan.
Melaksanakan kewajiban haji merupakan bentuk kesyukuran atas nikmat harta dan sehatnya badan. Karena ibadah haji bukan semata-mata hanya ibadah badan (‘ibādah badaniyah mahdlah), melainkan juga merupakan ibadah harta. Keduanya (badan dan harta) merupakan bagian dari paling besarnya kenikmatan dunia yang dirasakan oleh manusia. Oleh karena itu, dalam haji, terdapat kesyukuran terhadap dua nikmat besar ini, yaitu dengan cara mengupayakan sepenuh jiwa dalam melaksanakan haji, dan menginfakkan hartanya dalam rangka ketaatan kepada tuhannya dan sebagai bentuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Dalam ibadah haji, umat Islam berkumpul dari segala penjuru dunia, menyatukan rasa dan ikatan ruhani. Disinilah satu sama lain saling mengenal dan saling mengasihi, sehingga dapat mencairkan perpecahan di antara manusia, menghilangkan sekat antara yang kaya dan yang miskin, antara jenis dan warna suku, perbedaan bahasa dan budaya. Mereka bersatu dalam naungan kemanusiaan, berlomba-lomba dalam kebajikan dan ketakwaan, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, serta bersatu dalam keragaman.
Dari nilai-nilai penghambaan dan nilai kemanusiaan yang tertuang dalam ibadah haji tersebut, diharapkan kepada para jemaah haji, sekembalinya ke kampung halaman masing-masing, mampu mengimplementasikan nilai-nilai itu di dalam kesehariannya, sehingga dapat memberikan nilai positif di dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu saling menghargai perbedaan antar sesama atas nama kemanusiaan. Semoga.