Tiga Tema Besar Dibahas dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa

Tiga Tema Besar Dibahas dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa

MUI-BOGOR.ORG – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menggelar Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII pada 28-31 Mei 2024 di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Center, Kecamatan Sungai Liat, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung. 

Prof. KH. Asrorun Niam Sholeh selaku Ketua SC menyampaikan, kegiatan ini membahas tiga tema besar, yaitu masalah kenegaraan (masail asasiyah wathaniyah), masalah fikih dan hukum Islam tematik kontekstual (masail waqi’iyah mu’ashirah) dan masalah hukum dan perundang-undangan (masail qanuniyyah). 

Terkait masail asasiyah wathaniyah atau masalah kenegaraan, Prof. Niam menjelaskan, akan ada pembahasan mengenai fiqh hubungan antar negara yang membahas mengenai status dan kedaulatan hukum antar bangsa. 

Ketua SC Ijtima Ulama Komisi Fatwa se Indonesia VIII, Prof. KH. Asrorun Niam Sholeh. Foto: www.mui.or.id

Guru Besar UIN Jakarta tersebut juga mengatakan, akan dibahas mengenai sikap yang harus diambil oleh seorang Muslim dan seorang warga negara terhadap saudara yang berbeda negara yang sedang mengalami krisis kemanusiaan, penanganan pengungsian dan sejenisnya, tidak bisa hanya didekati dengan pendekatan legal formal semata. Tetapi, perlu didekati dengan pendekatan ukhuwwah insaniyah. 

“Dukungan terhadap usaha mewujudkan kemerdekaan setiap bangsa dan keberpihakkan dalam memerangi penjajahan, termasuk kasus yang terjadi di Palestina yang sedang mengalami penjajahan,” ujar Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa tersebut, dikutip dari mui.or.id, Rabu (29/5).

Selain itu, juga akan dibahas mengenai fiqh antar umat beragama. Salah satu persoalannya adalah bagaimana memaknai toleransi dan moderasi beragama dalam konteks hubungan antar agama. 

“Menentukan mana wilayah yang bersifat ekslusif keagamaan tanpa harus mencampuradukkan, dan wilayah yang bersifat muamalah dan inklusif, yang bukan menjadi alasan untuk tidak bekerja sama dalam urusan sosial kemasyarakatan,” kata Pengasuh Pondok Pesantren An-Nahdlah, Depok, Jawa Barat ini. 

Lebih jauh, Prof. Niám melanjutkan, dalam tema ini juga akan membahas mengenai etika penyelenggaraan bernegara. 

Sementara itu, pada tema kedua yaitu masail fiqhiyyah mu’ashiroh atau yang terkait dengan masalah-masalah fiqh dan hukum Islam tematik kontekstual, di antara persoalan yang akan dibahas antara lain mengenai masalah persoalan zakat dan haji kontemporer.

“Misalnya terkait sistem murur dalam penyelenggaraan mabid di Muzdalifah, isu terkait penyelenggaraan lempar jumroh di hari tasyrik yang belum masuk waktu shubuh,” bebernya. 

Prof. Niam menerangkan, dalam tema ini juga akan membahas mengenai persoalan lintas agama. Hal ini untuk mengimplementasikan makna kerukunan dalam koridor tuntunan agama.

Sementara pada tema yang ketiga terkait masail qonuniyyah atau masalah-masalah hukum dan perundang-undangan, akan dibahas mengenai isu optimalisasi dan implementasi jaminan produk halal. Selain itu, penggunaan Kantor Urusan Agama (KUA) Kementerian Agama RI untuk layanan keagamaan non-muslim.

“Selain itu, pentingnya penegakkan hukum pada tindak pidana korupsi, seperti pembahasan mengenai perampasan aset bagi koruptor,” tutupnya. (ed.fw)