
Oleh: Dr. Arizqi Ihsan Pratama, S.Pd., M.Pd. (Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Darunnajah Bogor/Alumni PKU Angkatan 11)
Ukhuwah Islamiyah atau Persaudaraan dalam Islam adalah ikatan jiwa yang melahirkan rasa kasih sayang, cinta, dan penghormatan yang mendalam terhadap setiap orang yang ditautkan oleh ikatan akidah Islamiyah.
Ukhuwah islamiyah ialah kekuatan iman dan spiritual yang dikaruniakan Allah kepada hamba-Nya yang beriman dan bertakwa yang menumbuhkan rasa persaudaraan, kemuliaan, dan rasa saling percaya terhadap saudaranya.
Dengan berukhuwah akan timbul sikap saling menolong, saling pengertian dan tidak menzhalimi harta maupun kehormatan orang lain yang semua itu muncul karena Allah semata. Dalam Al-Qur’an nilai-nilai ukhuwah berhimpit dengan nilai-nilai keimanan. Allah SWT Berfirman:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (al-Hujurat ayat 10)
Persaudaraan yang terjalin antara kaum mukmin merupakan anugerah nikmat yang sangat besar dari Allah SWT.
وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ
“Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadikan kamu karena nikmat itu, sebagai orang-orang yang bersaudara”. (Q.S. Ali Imran: 103)
Oleh karenanya ikatan persaudaraan antara sesama mukmin merupakan model persaudaraan yang paling berharga dan hubungan paling mulia yang terbentuk antara sesama manusia. Untuk dapat merasakan indahnya ukhuwah ada lima hal yang mesti dilakukan:
Pertama, Ta’aruf (Saling Mengenal).
Tahap awal adalah berkenalan, untuk lebih mengenal karakter individu masing-masing. Mulai dari mengenal secara fisik (jasadiyah), seperti badan, suara, tingkah laku, alamat, keluarga, pekerjaan, pendidikan, rumah dan lainnya. Kemudian, mengenal kejiwaan (nafsiyah) yang ditekankan kepada upaya memahami kejiwaan seperti: karakter, emosi, dan tingkah laku. Termasuk mengenal pemikiran, kecenderungan, visi dan misi hidupnya. Begitulah, satu manusia dengan manusia lainnya, yang berbeda-beda dari segala sisinya, diciptakan untuk saling mengenal. Allah menyebutkan di dalam ayat-Nya:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti”. (Q.S. Al-Hujurat: 13).
Kedua, Tafahum (Saling Memahami)
Dalam Kitab Fiqih Adab karya Fuad bin Abdul Aziz Asy-Syalhub dijelaskan bahwa sikap Muslim terhadap Muslim lainnya mestinya saling merendah dan berlemah lembut. Sikap ini dapat mengekalkan ukhuwah Islamiyah di tengah mereka. Sedangkan takabbur dan meremehkan orang lain adalah sebab sebagian di antara ummat saling menjauhi dengan sebagian lainnya, yang ini bisa jadi akan merenggangkan ukhuwah Islamiyah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kita dalam sabdanya:
أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَد
“Allah mewahyukan kepadaku agar kalian saling merendah diri agar tidak ada seorang pun yang berbangga diri pada yang lain, dan agar tidak seorang pun berlaku zalim pada yang lain.” (H.R. Muslim).
Ketiga, Ta’awun (Saling Menolong)
Setelah saling mengenal dan memahami satu sama lain dengan baik. Maka, sudah tidak ada masalah lagi dengan perbedaan di antara keduanya, yang bukan tataran aqidah tentunya. Apalagi jika hanya pada masalah furu’iyah (cabang fikih), teknis, atau yang sifatnya duniawi. Yang ada adalah husnudzan.
Maka, naiklah pada level selanjutnya, yakni Ta’awun (saling menolong). Ta’awun ini hanya dapat dilakukan dengan niat yang tulus, hati yang bersih, pemikiran yang jernih, dan amal yang berkesinambungan. Sehingga yang ada adalah saling membantu antara sesama muslim dalam kebaikan dan menjadi kebahagiaan tersendiri. Membantu bukan lagi beban dan kebiasaan, tapi sudah merupakan darah daging dan nafas kehidupan setiap muslim. Bagai satu anggota badan, yang saling menyayangi.
Keempat, Takaful (Saling Menanggung)
Inilah ketinggian ukhuwah Islamiyah, rasa sedih dan senang dirasakan bersama. Ketika ada saudara yang mempunyai masalah, maka kita ikut menanggung dan menyelesaikan masalahnya tersebut. Bukan sekedar simpati, tapi lebih ke empati. Bukan semata prihatin dan ikut mendoakan, tapi bergerak mengulurkan tangan, memberi bantuan, memudahkan dan melapangkan urusan. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, maka Allah Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat.” (H.R. Muslim).
Kelima, Itsar (Mendahulukan orang lain daripada diri sendiri)
Ini adalah tingkatan tertinggi dalam tingkatan ukhuwah Islamiyah, para sahabat Nabi memberikan teladan, hingga pada tahapan kelimat ini, yaitu Itsar, mendahulukan orang lain dari pada diri sendiri. ketika para sahabat Muhajirin, yang berhijrah dari Makkah ke Madinah. Maka, para sahabat Anshar menyediakan apa yang dimilikinya untuk saudaranya. Cintanya pada saudaranya melebihi cintanya pada dirinya sendiri. Seperti disebutkan di dalam hadits
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak beriman seseorang di antaramu hingga kamu mencintainya seperti kamu mencintai dirimu sendiri.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Sepanjang perjalanan hidupnya, baginda Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam banyak memberikan keteladanan soal ukhuwah. Dan para sahabat pun mencontohnya. Bagaikan mata air di pegunungan, kiprah mereka seperti tak pernah habis untuk diteladani.
Di masa Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatanya nuansa ukhuwah begitu kental. Sehingga dalam salah satu catatan tinta emas sejarah peradaban Islam dunia dibuat tercengang; betapa ketika suku Aus dan Khazraj yang ratusan tahun lamanya bermusuhan, saling menjatuhkan, saling mencela, saling bunuh.
Namun hebatnya setelah datang sang Nabi nan mulia membawa risalah Islam, yang tadinya berpecah jadi menyatu, yang mencela jadi mencinta, yang memukul jadi merangkul, yang mencaci jadi memuji, yang jahat menjadi selamat, yang rakus jadi begitu dermawan, yang kasar jadi begitu lembut, mereka bersatu dalam bingkai ukhuwah Islamiyah, dan mereka menjadi khairul ummah yang diabadikan dalam Al-Qur’an.
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
َّ الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Sesungguhnya perumpaan seorang mukmin dengan mukmin lainnya laksana bangunan kokoh, yang saling menguatkan satu dengan lainnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi dan menyayangi adalah seperti sebuah tubuh, jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka anggota-anggota tubuh yang lain juga ikut merasakan sakit.”
Perumpamaan bangunan yang kokoh dan satu tubuh yang saling merasakan sakit ini merupakan gambaran ukhuwah di antara sesama umat muslim. Semoga perumpamaan tersebut kembali terpatri pada hati setiap generasi muslim di zaman ini.
Meski kita memiliki perbedaan dalam hal-hal tertentu semisal berbeda dalam bermazhab, berorganisasi, partai, atau bahkan pilihan calon pemimpin Negara sekalipun maka harapannya itu tidak membuat kita saling bermusuhan bersebab kita lebih mengutamakan Ukuhwah Islamiyyah.
Walaupun kita tidak sepakat dalam beberapa hal, kita mesti sepakat bahwa kita bersaudara, kita selayaknya pakaian untuk saling menghiasi, saling menutupi kekurangan, dan saling menjaga dan melindungi.
Kita berharap sekat-sekat yang terjadi pada kaum muslimin bersebab fanatisme kelompok atau golongan perlahan sirna bersebab lebih mengutamakan ukhuwah Islamiyah.
Pada akhirnya ukhuwah islamiyah akan menciptakan mahabbah (cinta dan kasih sayang), quwwah (kekuatan) dan wihdah (persatuan).
Ukhuwah islamiyah akan memperkokoh kekuatan kaum muslimin sehingga akan terwujudlah kejayaan Islam dan kaum muslimin. Wallahu ta’ala A’lam.