Tidurnya Orang Berpuasa Itu Ibadah, Benarkah?

Tidurnya Orang Berpuasa Itu Ibadah, Benarkah? Ilustrasi Muslimah Tidur. Sumber: facebook Proper Hijab Collections

MUI-BOGOR.ORG –  Selama puasa Ramadhan, ada satu hadits yang populer di kalangan umat Islam, yaitu berisi tentang ungkapan bahwa tidurnya orang berpuasa adalah ibadah.

Hadits itu terkadang menjadi pembenaran untuk bermalas-malasan dan banyak tidur ketika sedang berpuasa. Hadits tersebut berbunyi sebagai berikut:

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ وَذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ

“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni.” (HR Baihaqi).

Imam al-Ghazali dalam magnum opusnya Ihya Ulumiddin, menjelaskan banyak orang Muslim salah kaprah memahami hadits tersebut. Menjadikan tidur seolah-olah sebagai ibadah dalam berpuasa. Padahal, salah satu adab dalam menjalankan puasa adalah tidak memperbanyak tidur pada saat siang hari (al-Ghazali, Ihya’ Ulumid Din, hal 246).

Lantas benarkah tidurnya orang berpuasa itu ibadah? Apakah ada penjelasan mengapa tidurnya orang puasa itu ibadah. Pasalnya, tidur memang berkonotasi negatif sebab identik dengan sesuatu yang tidak produktif. Tetapi dengan keistimewaan Ramadhan, tidur menjadi hal yang bernilai ibadah secara syariat.

Konsep tidur sebagai ibadah selama puasa bermula dari pemahaman bahwa setiap aktivitas seorang muslim sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT

Ketika seorang Muslim berniat untuk beristirahat guna mempersiapkan diri menjalankan ibadah puasa dengan lebih baik, maka tidurnya pun bernilai ibadah.

Tidur menjadi sarana untuk memulihkan tenaga, menjaga kesehatan, dan mempersiapkan diri beribadah seperti shalat, membaca Alquran, dan amalan spiritual lainnya.

Artinya, makna “tidurnya orang berpuasa adalah ibadah” merupakan upaya untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan kesadaran spiritual selama bulan suci Ramadhan.

Memaksimalkan tidur ketika berpuasa bisa menjadi bentuk ibadah. Misalnya, mengatur pola tidur sedemikian rupa sehingga agar bisa melaksanakan ibadah shalat malam atau tahajud, mempersiapkan diri untuk bangun sahur, atau beristirahat dengan pikiran yang tenang dan penuh syukur.

Tidur selama puasa bukanlah sekadar aktivitas biologis belaka, melainkan memiliki potensi spiritual yang mendalam. Ia dapat menjadi ibadah apabila niatnya yang benar, kesadaran spiritual, dan pemahaman akan perannya dalam menunjang ibadah puasa secara keseluruhan.

Dengan demikian, pertama, hadits tersebut menjelaskan bahwa puasa merupakan sebuah ibadah, maka aktivitas yang dapat menunjang ibadah puasa tersebut pun terhitung sebagai ibadah.

Kedua, tidur pun sebenarnya bernilai ibadah dan lebih baik untuk dilakukan jika dapat mencegah seorang muslim mengotori puasanya dengan melakukan perbuatan maksiat, seperti menggunjing orang lain.

Intinya, setiap aktivitas dalam kehidupan seorang muslim saat berpuasa, termasuk tidur, dapat menjadi bentuk pengabdian dan pendekatan diri kepada Allah SWT.

Dengan demikian, hadits tersebut tidak bermaksud untuk membuat umat Islam bermalas-malasan, tapi untuk lebih bersemangat dalam menjalankan ibadah Selain itu, juga dimaksudkan agar tidak mencampuri ibadah puasa dengan perbuatan maksiat. (Rozi, ed: Nashih)

Sumber: MUI Pusat